Snapshot Geo Politik – Artikel Hukum Bisnis OilGasMine – Energi- AGUNGSS

9 September 2009

Konsep Hukum Pertambangan Umum dan Mineral di Indonesia

Filed under: Uncategorized — Agung Supomo Suleiman @ 8:09 am
  • Sungguh sangat menarik untuk menelusuri konsep Hukum Pertambangan Umum dan Mineral di Indonesia.
  • Ketentuan Pertambangan UMum Terdahulu:
  • Semula Perjanjian Pertambangan Umum di Indonesia dalam prakteknya selama lebih dari 30 (tigapuluh) tahun adalah berbentuk Perjanjian Kontrak Karya (Contract Of Work) yang berlaku untuk jangka waktu tertentu.
  • Dalam Perjanjian Kontrak Karya ini, pihak yang mendatangani adalah Menteri Pertambangan Umum selaku wakil dari Pemerintah yang mendapatkan wewenang Kuasa Pertambangan dari Rakyat Indonesia berdasarkan ketentuan Peraturan Pertambangan Umum yang berlaku, disatu pihak dengan Pihak Kontraktor Pertambangan Umum.
  • Dalam Kontrak Karya ini didalam sudah diatur adanya beberapa tahapan Kegiatan mulai dari Penyeledikan Umum, Pertambangan Explorasi, Exploitasi, Pengelolaan dan Pemurnian, Produksi,  Pengangkutan dan Penjualan.
  • Hal diatas adalah sesuai dengan Prinsip Pemberian Kuasa Pertambangan Bahan Galian  Starategis dan Bahan Galian Vital  atas Tahapan Usaha Pertambangan yang meliputi usaha pertambangan diatas. Ketentuan dasarnya yang dahulu adalah Undang-undang No.11 Tahun 1967 – Peraturtan Pemerintah No.32-1969  berikut Peraturan Pelaksanaannya yang dikeluarkan oleh Menteri Pertambangan  dan Energy dari waktu ke waktu.
  • Pada saat itu, Pemerintah Daerah Tingkat I memberikan Surat Izin Pertambangan Daerah ( SIPD) – Sebagai Kuasa pertambangan bahan galian bukan strategis dan bukan vital ( bahan galian C) – atas 5 usaha Pertambangan Umum yang dilaksanakan secara bertahap berupa: SIPD Explorasi, SIPD Exploitasi, SIPD Pengolahan dan Pemurnian,  SIPD Pengangkutan, SIPD  Penjualan.
  • Konsep dari kepemilikan dari kekayaan alam bangsa Indonesia yang berasal dari Bahan Galian Tambang  adalah “milik seluruh Rakyat Indonesia”, hal mana sesuai dengan Pasal 33 (3 ) UUDasar 45 .
  • Ini berbeda dengan konsep yang dianut dinegara lain yang menganut bahwa pemilik dari tambang yang ditemukan dalam wilayah area tanah dari seseorang adalah dimiliki oleh orang tersebut.
  • Hal ini juga berlaku pada jaman Penjajahan oleh Pemerintah Belanda dimana pada saat itu, dikenal adanya konsep hak konsesi, dimana Perusahaan Swasta, berhak untuk memiliki kandungan Kekayaan Bahan Galian Tambang.
  • Yang menarik untuk ditelusuri di Indonesia adalah bahwa terdapat pemisahan pengaturan antara  kekayaan alam yang berada “dibawah tanah” atau “dikandungan bumi” yang berbentuk bahan tambang galian dengan ketentuan yang mengatur mengenai tanaman yang berada dipermukaan bumi atau tanah di wilyah hukum Republik Indonesia.
  • Bahan galian tambangpun dibedakan antara bahan tambang yang berasal dari karbon atau kandungan minyak dan gas dengan bahan tambang umum yang berbentuk keras.
  • Yang unik adalah bahwa ada  juga kekayaan alam yang berasal dari uap panas bumi atau geothermal yang dapat dijadikan sarana untuk memutar turbin tenaga listrik dimana pengaturannya adalah tersendiri.
  • Namun pengaturan antara Bahan Galian Yang Keras ( misalnya nikel, timah, tembaga dll.)  dengan Bahan Tambang Minyak/Gas/Karbon dan Goethermal/Upa air diatur dalam Perangkat Rezim Peraturan yang berbeda.
  • Hal yang seringkali dialami dalam praktek kegiatan pertambangan umum adalah adanya tumpang tindih antara kegiatan pertambangan umum dengan kegiatan terkait dengan aktivitas perkebunan, pertanian maupun hutan lindung.
  • Hal ini disebabkan terjadi  kurangnya koordinasi antar instansi departemen yang berwenang atas pengaturan kegiatan yang berbeda tersebut,  baik ditingkat Pemerintahan Pusat maupun Pemerintahan Daerah.
  • hal ini jelas seringkali  menimbulkan kerancuan dilapangan atas pelaksanaan kegiatan pertambangan umum maupun kegiatan yang tumpang tindih tersebut.
  • Harusnya dalam Peta Blok atau Lahan yang dilampirkan pada Perjanjian Kontrak Karya, sudah disebutkan, mengenai adanya daerah hutan  lindung misalnya yang sudah dikeluarkan dari Wilayah Area Kuasa Pertambangan  tersebut.
  • Seingat Penulis, sewaktu Penulis kerjaselama 5 tahun ( sekitar tahun 1985 hingga tahun 1989)   sebagai In-House Legal Cousel di Vico Indonesia   ( semula bernama Huffco Indonesia) perusahaan Minyak dan Gas milik Investor USA,   dalam hal terjadinya tumpang tindih kegiatan pertambangan dengan kegiatan Minyak/Gas, dan dengan kegiatan lain,  maka pada saat itu masih diperlakukan prioritas pemasukan dari hasil produk kegiatan Minyak/Gas dibandingankan dengan pemasukan dari kegiatan kekayaan alam lainnya, misalnya kekayaan dari Perkebunan atau Kehutanan, hal mana diatur dalam Inpres tahun 1976 yang dikeluarkan Pemerintah yang mengutamakan kegiatan perminyakan/gas daripada  kegiatan lainnya pada area yang bertumpang tindih tersebut, karena pemasukan atas Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara masih mengandalkan 60% dari minyak dan gas.
  • Dalam Pertambangan Umum, selain Perjanjian Kontrak Karya terdapat juga Perjanjian Kerjasama Batubara,  terkait dengan kegiatan Penambangan Batu Bara dimana Direktorat yang membidangi juga berbeda dengan kegiatan Pertambangan Umum, dimana untuk Bahan  Galian Pertambangan Umum adalah dibawah Dir.Jend. Pertambangan Umum sedangan Batu Bara adalah berada dibawah wewenang Direktorat Jenderal  Batu Bara.
  • Peraturan Pertambangan Yang Baru :
  • Kini dengan adanya Ketentuan Pertambangan Mineral dan Batu Bara No. 4/2009 yang baru, diperkenalkan Izin Usaha Pertambangan di Wilayah Izin Usaha Pertambangan  ( WIUP) dan tidak dipergunakan lagi Perjanjian Kontrak Karya bagi Investor Pertambangan Umum yang mengajukan izin usaha pertambangan umum.
  • Konsep dasar pemberian hak untuk melakukan kegiatan  Pertambangan Umum yang 30 tahun yang lalu adalah melalui Perjanjian, dengan adanya Undang-undang yang baru ini, akan dirubah berbentuk Pemberian Izin Usaha Pertambangan.
  • Hal ini nampaknya, menurut seorang Lawyer Australia,  adalah sama dengan yang diperlakukan di negara tetangga Australia, namun bedanya dengan di Indonesia, kepastian hukum jika terjadi perselisihan di Pengadilan Australia sudah dapat memberikan kepastian hukum kepada Investor Pertambangan Umum disana;
  • Sedangkan di Indonesia, kita mendapatkan gambaran bahwa Investor Asing masih meragukan sistem  Peradilan di Indonesia, sehingga jika terjadi perselisihan antara Pemerintah dengan Kontraktor Pertambangan Umum, komentar yang  diperoleh dari Investor adalah mereka merasa tidak pasti khususnya untuk perlindungan dari Investasi mereka yang akan disuntikan untuk kegiatan Pertambangan Umum di Indonesia,  karena tidak adanya Bentuk Kontrak Perjanjian lagi bagi Inverstor Baru yang akan melakukan kegiatan Pertambangan Umum di Indonesia.
  • Selain Izin Usaha Pertambangan (IUP) diatas, terdapat juga IPR atau Izin Pertambangan Rakyat untuk melakukan aktivitas pertambangan di WPR (Wilayah Pertambangan Rakyat) dan ada IUPK atau Izin Usaha Pertambangan Khusus untuk melaksanakan aktivitas  kegiatan pertambangan di WIUPK ( Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus)
  • Pengelompokan dari Bahan Galiannya pun terjadi perbedaan pengelompokan dimana ada Pertambangan Mineral yang terdiri dari Radioaktif, Logam, Non Logam dan Batuan dan ada Pengelompokan Batu Bara.
  • Kita melihat bahwa Pemberian Izin dari Kuasa Pertambangan adalah dikaitkan dengan Kuasa Pertambangannya yang dibedakan berdasarkan jenis bahan mineral serta dikaitkan dengan luasnya Lahan maupun kapasitas kemampuan finansiil dari Pihak -Kontraktor (Badan Usaha dan/atau BUMN/BUMD), koperasi maupun perorangan –   yang akan melakukan kegiatan  Pertambangannya.
  • Sebagaimana kita tahu konsep dalam Pertambangan Umum dengan perminyakan adalah berbeda, dimana segala ongkos yang dikeluarkan oleh Kontraktor Pertambangan sama sekali tidak diganti oleh Pemerintah, yang berbeda didalam Perambangan Minyak dan Gas.
  • Yang menarik untuk ditelusuri adalah  Instansi Pemerintah mana yang berhak untuk mengeluarkan izin Kuasa Pertambahangan tersebut, memperpanjangnya, memonitor, meminta laporan berkala,  dan mencabut izinnya.
  • Selanjutnya apakah masalah “tarik menarik” antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah akan dapat terpecahkan, jika kita kaitkan dengan adanya Otonomi Daerah.
  • Biasanya secara “Klasik” akan terjadi perebutan wewenang pemberian izin, pembuatan kebijakan, pembuatan peraturan serta pembagian keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, mengingat pengalaman Penulis sewaktu bekerja selama 5 tahun ( tahun  1994 hingga 1 Juni 1998)  sebagai In-House Legal Counsel di PT Freeport Indonesia, senantiasa akan terjadi tarik menarik pembagian rejeki atas ” Bagian Pemerintah” yang diperoleh dari Kontraktor Pertambangan Umum antara Bupati, Gubernur dan Pemerintahan Pusat, sebagaimana ditetapkan dan ditentukan oleh Kontrak Karya atau implementasi dari Community Development.
  • Inilah yang mendorong PT Freeport Indonesia turut peduli dengan pemberian perluasan kekuasaan dan wewenang kepada Bupati, yang bertanggung jawab langsung kepada keadaan  kesejahteraan di daerah Papua dimana kegiatan Pertambangan Umum Tembaga dan Emas  itu dilakukan.
  • Kita bersama mengetahui bahwa kepentingan   Kontraktor Pertambangan Umum adalah “Profit oriented”,  namun juga dibebani tanggung jawab Community Development ( Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Pertambangan Umum ) , berdasarkan ketentuan Kontrak Karya, sedangkan  Pemerintah, dilain pihak berkepentingan adanya kepastian “Revenue/Pemasukan” dari  Bagian Pemerintah (Government Take ) atas Hasil dari Produk Pertambangan baik dari Pajak maupun Royalty, Deadrent (Iuran Tetap)/Iuran Produksi, maupun Pajak dari Perusahaan  Jasa Pertambangan Umum  terkait,   guna memenuhi pemasukan untuk Anggaran Pendapatan Negara  di Pusat maupun Pemasukan Asli Pemerintah Daerah sebagai tanggung-jawab publik dan melaksanakan amanah untuk mensejahterakan Rakyat, sesuai dengan pasal 33 ayat 3 UUDasar 45.
  • Untuk hal ini, maka terlihat adanya kemajuan dimana 10 % dari Keuntungan -Hasil Produk Penambangan adalah menjadi Bagian Pemerintah dimana ada percentage Pembagian yang jelas antara Pemerintah Daerah dan Pusat
  • Begitu Pula nampaknya dalam Pertambangan Umum juga diperkenalkan adanya Kewajiban Penjualan Produk Tambang kedalam Negeri, hal mana dalam Perminyakan /Gas sudah dikenal adanya DMO ( Domestik Market Obligation) dimana di perminyakan adalah 25% dari Produksi tahunan.
  • Beginilah sekelumit gambaran mengenai konsep penerapan  hukum yang dianut dan diperlakukan dalam kegiatan Pertambangan Umum dan Mineral di Indonesia
  • Agung Supomo Suleiman
  • Partner
  • Kantor LAW FIRM Suleiman Agung & Co
  • Jakarta 9 September 2009

27 Komentar »

  1. salam perkenalan pak agung…

    terima kasih atas pencerahannya, saya mau tanya apakah inpres tahun 1976 yang mengutamakan perusahaan tambang minyak dari kegiatan lainnya masih berlaku atau sudah diganti? terimaksih…

    Suka

    Komentar oleh henda syahril — 23 Februari 2010 @ 12:49 am | Balas

    • Sorry aku responsenya baru sekarang.Pertanyaan anda bagus, karena sejarah Inpres tahun 1976 memang mengutamakan perusahaan minyak jika ada tumpang tindih beberapa kegiatan berbeda di lapangan, karena revenue (anggaran Pendapatan Negara) masih mengandalkan porsi paling besar pada pemasukan Bagian Pemerintah dari Minyak/Gas. Kalau sekarang aku juga harus mengecek kepada Instansi terkait apakah Inpres tahun 1976 masih berlaku… salam hangat

      Suka

      Komentar oleh agungssuleiman — 25 Februari 2010 @ 2:50 am | Balas

  2. salam kenal Pak Agung

    Pterima kasih atas informasinya Pak, saya ingin bertanya tentang masalah IUP eksplorasi dan IUP operasi produksi. apakah bisa badan usaha memperoleh IUP operasi produksi tanpa sebelumnya memiliki IUP eksplorasi. karena kalau dilihat dari syarat untuk memperoleh IUP operasi produksi diperlukan data2 saat melakukan eksplorasi? terima kasih sebelumnya….

    Suka

    Komentar oleh bagus — 17 September 2010 @ 2:05 am | Balas

    • Salam kenal Pak Bagus, Wah kita harus periksa dengan ketentuan maupun instansi Direktur Batubara di Jalan Supomo ya. Kalau sepengetahuan saya, jika dari IUP explorasi kita mendapatkan kandungan Batubara yang komersia, sehingga kita telah memenuhi syarat sebagaimana ditentukan dalam peraturan Perundangan yang berlaku, maka berdasarkan laporan hasil Explorasi terdapat bahan galian Batubara yang layak untuk diexploitasi, maka permohonan kita sebagai pemegang IUP Explorasi kepada Bupati daerah kegiatan tambang batubara dilakukan akan kita ajukan dan jika telah dipelajari oleh Bupati atas data2 yang kita berikan maka kepada Pemenag IUP Explorasi akan diberikan Kuasa Pertambangan Exploitasi melalui Keputusan Bupati tetanga Pemberian Kuasa Pertambangan Exploitasi Batubara, untuk Kokasi Kecamatan XX, seluas berapa Hektar, dimana Kuasa Pertambangan ini misalnya diberikan untuk jangka waktu 15 tahun dan dapat diajukan izin perpanjangan pada masa berakhirnya masa jangka waktu Kuasa Pertambangan IUP Exploitasi ini. Sekian dulu ya dan salam hangat. agungss AGUNGSS Business Lawyer Note SACO LAW FIRM

      Suka

      Komentar oleh agungssuleiman — 10 April 2011 @ 8:18 am | Balas

  3. assalamualaikum pak….saya mau tanya apakah memang dalam kontrak karya ini tidak ada bagian yang mengawasi…dan jika ingin ditambahkan wewenang dari pemerintah daerah…apa landasan hukumnya…mohon dijawab

    Suka

    Komentar oleh Icmi Tri Handayani — 10 Mei 2011 @ 10:09 am | Balas

    • walaikum salam sorry aku baru buka lagi nih blog hukumku. aturan main dari kontrak karya sih diatur dalam
      Perjaniian kontrak karya yang sedang berjalan dan masih berlaku.kalau pengalaman saya sewaktu di PT FI, pejabat dari direktorat perundangan pertambambangan umum, sering kelapangan dimana kita sering ajak berkunjung ke pelabuhan dimana curah dari tembaga yang siap di kapalkan, diaman ada alat mendeteksi kadar spesifikasi tembaga yang hendak dikapalkan, sebagaimana juga jika dalam jual beli batu bara, ada Independent Surveyor yang melakukan pemeriksaan analysis Sample kandungan batu bara, air, kelembaban, ash atau debu, sehingga terlihat berapa ton tembaga atau batu bara yang diangkut kekapal dan dicatat baik oleh independent surveyor yang ditunjuk oleh Pembeli dan disetujui oleh Penjual. Dengan demikian kalau terkait dengan direktorat pertambangan umum untuk tembaga keperluan pengecekannya adalah untuk memastikan berapa volume tembaga yang dikapalkan dan akan diekspor karena volume ini akan dikalikan dengan percentage royalti yang sudah tersebut dalam Kontrak Karya yang haruys dibayar oleh kontraktor kepada pemerintah Pusat /daerah; Maka kita lihat kenyataan dilapangan dari mulai mulut tambang ke stock pile hingga diangkut keatas kapal mother vesel tentunya banyak pihak stack holder yang berkepentingan untuk memastikan bahwa spesifikasi kualifikasi tembaga, seperti kandunagn tembaganya, berapa komponen lainnya selain tembaga apakah sulfur, debu, air dan sebagainya yang tentunya akan diperiksa dengan analisa di labortatorium dari independent surveyour yang bisa dipercaya cara kerjanya; Hal ini juga dialami dalam praktek jual beli Batubara; Baik penjual. pembeli maupun pemerintah semua berkepentingan untuk adanya kepastian atas produk bahan galian atau tambang yang hendak ditransaksikan. tentunya aturan ini perlu kita check dengan ketentuan perundangan yang berlaku dari waktu ke waktu.
      sekian dulu ya

      Suka

      Komentar oleh agungssuleiman — 14 Mei 2011 @ 1:58 pm | Balas

      • owh begitu pak….mungkin lebih khusus lagi saya tanyakan…apakah sudah ada lembaga yang mengawasi secara khusus tentang tahapan-tahapan usaha pertambangan yang dimulai dari proses eksplorasi sampai di tahapan reklamasi..karena banyak kasus ..perusahaan pertambangan tersebut hanya sampai pada tahapan eksplorasi saja…sehingga menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan.. meskipun dalam UU Minerba telah di jelaskan pembinaan dan pengawasan oleh Menteri kemudian diamanatkan ke pemerintah pusat dan daerah, namun tetap saja pasal tersebut dirasa kurang efekttif, karena toh tetap saja terjadi eksploitasi tanpa pemulihan…mohon tanggapannya. trims

        Suka

        Komentar oleh Icmi Tri Handayani — 12 Juni 2011 @ 3:21 pm

      • waduh kalau lembaga khusus diluar instansi Mineral batu dan panas bumi , yang mungkin ada dalam benak saya adalah kementerian lingkungan hidup; yang biasanya memonitor adalah LSM, namun mereka tidak mempunyai kekuatan melakukan tindakan pengenaan sanksi seperti instansi pemerintah KLH, yang mungkin diberikan kewenangan melakukan tindakan penyidikan, hingga melakukan tuntutan, please correct me if I am wrong; Memang dalam dunia bisinis pertambangan ada beberapa pemain, ada yang hanya sebagai trader pembeli, atau perantara, atau adakalanya trader namun trader ini juga memberikan bantuan dana untuk jetty atau fasilitas produksinya dari penambangan, dimana ada financing atau prepayment dimana pembayarannya adalah dengan beberapa ton batubara misalnya; nah ada juga yang bisnisnya hanya explorasi saja, dimana jika sudah masuk tahapan exploitasi apalagi produksi, maka dia akan alihkan kepada investor yang lebih besar, yang memang mainnya di exploitasi dan produksi dimana dana untuk exploitasi dan produksinya tentunya lebih besar dari sekedar hanya melakukan kegiatan exploirasi; setiap tahapan memang ada biaya yang tersedot begitu juga untuk melakukan usaha pengendalian lingkungan membutuhkan dana, yang seharusnya dari permulaan sudah harus didanakan /dibudgetkan dana tersebut, dimana misalnya kalau tidak salah seharus dilakukan UKL /UPL pada tahapan explorasi; dan jika telah memasuki tahapan exploitasi kalau diperminyakan dolakukan AMDAL; saya juga masih haruys terus menerus belajar sehingga jawaban saya ini, adalah merupakan sharing pemikiran kita bersama; wasalam, SACO LAW FIRM , AGUNGSS BUSINESS LAWYER NOTE

        Suka

        Komentar oleh agungssuleiman — 17 Agustus 2011 @ 7:13 am

  4. Siang pak, selama ini banyak ekplorasi di pertambangan banyak yg tidak memperhatikan hak ulayat rakyat dan pemberdayaan ekonomi masyarakat…bagaimana hal ini bisa terjadi ? terimakasih

    Suka

    Komentar oleh Ismed andiarto — 2 Juni 2011 @ 4:04 am | Balas

    • Bisa diperjelas maksudnya ?

      Suka

      Komentar oleh Surtiwa _Ex pelaku Industri MIGAS — 31 Oktober 2011 @ 1:38 am | Balas

  5. selamat siang pak saya ingin tanya tentang uu no 4 th 2009 ttg minerba pasal 93 ayat 1 pemegang IUP dan IUPk tidak boleh mimindahkan IUP dan IUPk-nya kepada pihak lain, terkait dengan kata memindahkan tersebut apakah memberikan surat kuasa dari pemegang IUP kepada orang lain juga merupakan bentuk memindahkan IUP tersebut. ( surat kuasa tersebut berisi bahwasanya seorang pemberi kuasa dapat melakukan segala sesuatu sesuai dg peruntukan iup seperti menambang, mengangkut, menjual, mengolah).

    dari mahasiswa unwiku PWT…..RM JOVAN PRANOTO.

    Suka

    Komentar oleh jovan — 11 Agustus 2011 @ 7:24 am | Balas

    • kalau sepanjang namanya Surat Kuasa, sebenarnya secara struktur hukum, si penerima Kuasa hanyalah bertindak untuk dan atas nama Pemberi Kuasa saja, jadi tidak ada peralihan IUP disini; salah satu jalan keluar bagi investor yang tertarik untuk melanjutkan kegiatan Penambangan oleh si pemegang IUP memang mengadakan kerjasama dengan Pemegang IUP, namun jika mau lebih dari itu, maka jika pemegang IUPnya adalah PT, bisa melalui pembelian saham pada PT pemegang IUP tersebut namun harus dilakukan terlebih dahulu Legal Due Diligence atas PT tersebut, karena segalam macam liabilities misalnya kalau PT ada hutang sama bank, atau ada kasus atas PT tersebut, akan menjadi beban dari investor yang membeli atau mengakuisisi saham dari pemegang saham lama PT tersebut;

      Suka

      Komentar oleh agungssuleiman — 17 Agustus 2011 @ 7:38 am | Balas

  6. assalamualaikum…sy mau tanya bgmn pendapat bapak dan pemecahan masalah mengenai masalah pt chevron di ds cihawuk kertasari kab bandung

    Suka

    Komentar oleh dian — 22 Oktober 2011 @ 3:23 pm | Balas

    • walaikumsalam, maaf bu dian, ada masalah apa pt chevron di ds kertasari kab bandung?

      Suka

      Komentar oleh agungssuleiman — 22 Oktober 2011 @ 6:14 pm | Balas

      • sebetulnya mekanisme perijinan utk pertambangan panas bumi itu bagaimana dan seperti apa sih, kalo memamg itu kewenangan pusat, lalu kewenangan (hak dan kewajiban) pemerintah daerah sampai dimana

        Suka

        Komentar oleh dian — 23 Oktober 2011 @ 1:06 am

      • oh ini Geothermal ya, wah terus terang saja aku tidak terlalu mendalami masalah ini. Namun secara umum seharusnya antara kewenangan pusat dan daerah haruslah kita research ketentuan yang mengatur Panas Bumi mulai dari Ketentuan yang paling tinggi yaitu Undang-undang yang mengatur Panas Bumi ini, untuk mengetahui pengaturan mengenai Instansi Pemerintah mana yang diberikan kewenangan untuk memberikan hak Izin kepada suatu Pihak untuk melakukan pengelolaan Panas Bumi diwilayah Indonesia; Menurut perkiraan saya mungkin dibawah ESDM – yaitu level Menteri . Nah terkait pengaturan mengenai Pembagian Wewenang antara Pusat dan Daerah tentunya dengan adanya Ketentuan mengenai Otonomi Daerah akan diatur pembagian Wewenang Pemerintah Pusat dan Daerah. Memang dari pengalaman saya di Perminyakan dan Pertambangan semula terjadi tarik menarik kewenangan Pusat dan Daerah; Namun untuk memberikan kepastian hukum bagi Investor tentunya Pemerintah Eksekutif dan DPR – Legislatif harus berusaha untuk memberikan ketegasan aturan kewewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah. Maaf jika tanggapan saya ini belum bisa memberikan suatu permulaan awal untuk dapat melakukan penggalian data dasar hukum atas pertanyaan anda. salam hangat

        Suka

        Komentar oleh agungssuleiman — 30 Oktober 2011 @ 10:54 am

  7. Wewenang untuk urusan Explorasi dan Exploitasi Geothermal masih terpusat di Menteri ESDM, karena teknologi dan safetynya masih kompleks. Investasi awal cukup tinggi, yang dijual berbentuk hasil akhir biasanya Listrik. Jadi Investor harus membangun PLPB untuk menjual Listrik. Jadi kompleksitasnya, mereka hanya akan membangun kalau sudah ada Pasar pembeli Listrik, Sementara di RI ini penjual Listrik Utama adalah PLN dengan jaringan distribusi yang sudah ready. Biasanya Investor Listrik menjual hasil Listriknya ke PLN ! Disinilah masalahnya…PLN kadang2 ogah membeli Listrik Panas Bumi, Katanya masih mahal (aneh)…tetapi dilain fihak PLN pun tahu kalau Listrik yang dihasilkan dengan BBM..jauh lebih mahal…Jadilah masalnya kompleks dan jelas tidak merangsang Investasi Listrik dari panas Bumi…Yang rugi Siapa ? Rakyat kehilangan kesempatan mendapat Listrik Murah dan Negara kehilangan kesempatan mendapatkan Economic rent dari Panas Bumi sebagai anugrah SDA dari Tuhan YME ! ! Perlu deregulasi untuk investasi Panas Bumi. Contoh yang aneh. masa untuk ngebor dan buat jalan kegunung ..Izin nya sulit setengah mati ?? Kalau membuat gedung bertingkat di Jakarta kok gamnpang…..

    Suka

    Komentar oleh Surtiwa _Ex pelaku Industri MIGAS — 31 Oktober 2011 @ 12:38 am | Balas

    • Terima kasih banyak atas pencerahannya Pak Surtiwa, tentunya ini adalah berdasarkan pengalaman anda terkait dengan issue tidak kondusifnya regulasi investasi Panas Bumi…..Pertanyaan saya kepada Pak Surtiwa adalah ………apakah ini terkait dengan kekurangan infrastrukturnya untuk menuju tempat pembangunan PLPB ( Pembangkit Listrik Panas Bumi ) ataukah ….birikrasi pemberian Izin ……ataukah .. kepastian pengembalian Investasi PLPB yang dirasakan terlalu lama ? salam….

      Suka

      Komentar oleh agungssuleiman — 3 November 2011 @ 4:10 am | Balas

      • 1. Yang pertama peraturan insentif belum sama dengan bidang MIGAS, terutama masalah Custom Duty untuk2 barang yang akan digunakan pada ekxplorasi dan eksploitasi PABUM. Master List tidak dikenal.
        2. Prasasarana kurang menunjang. Umumnya daerah Pabum adanya dilereng gunung. Jadi Investoe harus membuat jalan dan jembatan yang mahal2.
        3. Perizinan lahan dipersulit karena menyangkut Kehutanan, RUTR dan Lingkungan. Belum ada SKB, padahal Pabum itu adalah SDA juga sama dengan MIGAS.
        4. Yang membeli listrik utamanya PLN kurang menggebu gebu ! Malh mau mengusahakan Pabum sendiri di seurula Sumut.
        5. Pembangkitan Listrik sebenarnya murah sekali, karena bahan bakarnya hanya uap panas untuk menjalankan Turbin Uap.

        Suka

        Komentar oleh Surtiwa — 4 November 2011 @ 3:01 am

  8. Assalamualaikum Pak, saya Fresh Graduate Hukum, Mohon Maaf pertanyaan saya Out of Topic, saya mau Interview di salah satu perusahaan pertambangan minggu Depan untuk posisi legal staff, kira-kira pengetahuan hukum dasar apa yang harus dimiliki oleh seorang Legal Staff di Perusahaan pertambangan. sebelumnya saya mengucapkan terimakasih atas jawaban bapak.

    Suka

    Komentar oleh Jude Maxel — 31 Oktober 2011 @ 6:38 am | Balas

    • Karena Saudara Jude Maxel adalah Fresh Graduate ( dengan pengertian baru lulus) , kemungkinan yang ditanya adalah, anda tahu darimana adanya lamaran posisi legal staff pada perusahaan yang anda diinterview ?. apakah anda pernah magang kerja ? jika iya dimana ? kenapa anda tertarik untuk mendaftar posisi legal staff ? Mungkin ditanya jurusan atau skripsi anda mengenai apa? pengetahuan anda mengenai hukum perdata atau perjanjian. izin apa yang diperlukan untuk melakukan kegiatan pertambangan ? Siapa yang berwenang memberikan izin usaha pertambangan ? Mungkin anda ditanya mengenai apakah anda mengetahui atau pernah membaca Ketentuan Pertambangan Mineral dan Batu Bara No. 4/2009 yang baru, Sebaiknya anda membaca peraturan atau Undang-undang Pertambangan dari internet untuk bisa mendapatkan gambaran sekilas ketentuan mengenai pertambangan ini. Yang perlu anda check pertambangan apa perusahaan yang anda sedang dinterview ? apakah batubara ? Nikel ? Tembaga atau apa? Yang melakukan interview apakah seorang Lawyer dari perusahaan tersebut ataukah HRD – Personalia ? Anda perlu mengetahui posisi legal staff ini di department mana ? apakah di Legal Department atau didepartmen lain dan kepada siapa anda akan melapor ? anda perlu juga membaca undang-undang lingkungan hidup terkait aspek dampak pencemaran lingkungan dengan adanya kegiatan pertambangan. Issue ganti rugi tanah dan tanaman karena kegiatan penambangan biasanya bertumpang tindih dengan kegiatan lain misalnya seperti kebun kelapa sawit ..atau kehutanan -hutan produksi ..ok dulu ya selamat diinterview dan semoga sukses ya

      .

      Suka

      Komentar oleh agungssuleiman — 31 Oktober 2011 @ 8:06 am | Balas

  9. oke,,,thanks

    Suka

    Komentar oleh Ridhoe amrina dwi (@Ridhoe16) — 24 Desember 2011 @ 1:45 pm | Balas

  10. Hari minggu gni ad gapaen?

    Suka

    Komentar oleh Slalu — 8 Juli 2012 @ 7:31 am | Balas

  11. Wow! After all I got a blog from where I be able to in fact
    take valuable data regarding my study and knowledge.

    Suka

    Komentar oleh http://www.hcg-drops.co — 10 April 2013 @ 8:50 am | Balas

  12. assalamlkm….salm kenal, salam tambang. pak bagus lwt tulisan ini saya ingin menanyakn bahwa jika dlm satu instansi pertambangan yang misalnya sistem kontraknya blm berahir namun kemudian sudah terjadi perubahan/revisi peraturan perundang-undangan yang dimana uu pertambangan lama di ganti dengan uu Minerba sebelum masa kontraknya berahir. apa bisa pemerintah mengalihkan sistem kk ke IUP…? atau pemerintah bersama investor harus ttp melanjutkan sistem kk itu hingga sapai berakhirnya masa kontrak yg sd di sepakati/di tandatangani….? harap di balas pak.

    Suka

    Komentar oleh Zahir — 20 Desember 2013 @ 1:16 pm | Balas

    • Halo Salam Tambang juga, semua itu adalah tergantung dari bunyi ketentuan Undang-udang dalam Minerba yang Baru, dimana tentunya isi KK yang telah ditandatangani tentunya harus juga dihormati dengan melihat isi ketentuan KK dikaitkan dengan Klausula atau Pasal yang mengatur jika ada ketentuan Undang – undang yang berlaku, bagaimana akibat dan effek hukumnya kepada KK yang sedang berjalan yang telah disepakati oleh Kedua Belah Pihak…

      Suka

      Komentar oleh agungssuleiman — 8 Februari 2014 @ 4:05 pm | Balas

  13. assalamualaikum pak, salam kenal, saya ingin menanyakan di daerah saya aceh untuk memperoleh izin usaha pertambangan untuk galian A dan B (daerah aceh besar) harus ada rekomendasi atau persetujuan dari gubernur yang mana ketentuan ini tidak di atur dalam peraturan perundang-undangan umum. yang ada dalam ketentuan qanun/perda aceh no 15 tahun 2013, saya ingin menanyakan, seberapa kuat sih persetujuan dari gubernur terhadap pemberian izin usaha pertambangan dalam mempengaruhi suatu izin dapat di keluarkan dan bagaimana jika tidak ada persetujuan dari gubernur terhadap izin yang di keluarkan tersebut, apa dampak hukumnya pak ?
    saya mahasiswa hukum yang sedang meneliti hal ini, segala informasi bapak sungguh sangat membantu studi saya, terimakasih pak.

    Suka

    Komentar oleh Teuku Alaidinsyah — 28 Maret 2015 @ 2:09 pm | Balas


RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Tinggalkan komentar

Buat Blog di WordPress.com.

GLOBAL INDONESIA DAILY

MENANGKAP FENOMENA PERISTIWA DUNIA DAN INDONESIA

Mollyta Mochtar

Travel and Lifestyle Blogger Medan

The Signs

Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin, dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tiada memperhatikan?’ (adz-Dzariyat: 20)