Snapshot Geo Politik – Artikel Hukum Bisnis OilGasMine – Energi- AGUNGSS

28 Juni 2014

INDONESIA HARUS BELAJAR DARI YURISPRUDENSI RENEGOSIASI KONTRAK JANGKA PANJANG TAMBANG CONGO

Ya, hal menarik terkait dengan gonjang-ganjing Renegosiasi Kontrak Karya Pertambangan di Indonesia, ternyata jika kita  melakukan pengecekan dan penelitian di internet dan website, kita dapat temukan suatu karya tulisan DISERTATION Renegotiation Mining Contract oleh Lukanda Kapwadi Mahasiswa No. 12207692 Fakulty of Law, Centre for Human Rights, International Development Law Unit, University of Petoria, in partial fulfilment requirements of the Master of Laws(LLM) degree in International Trade and Investment law in Africa, mengenai Renegosiasi Kontrak Jangka Panjang Tambang di Congo.

  • Kita bisa melihat dalam Disertasi tersebut bahwa karena Congo seringkali terjadi peperangan dan yang berkuasa memerintah berbeda-beda, dimana kandungan tambangnya sangat kaya yaitu antara lain diamond, cobalt, batubara, maka nampaknya Pemerintah Conggo acapkali  melakukan Renegosiasi atas Kontrak Jangka Panjang Pertambangan di Congo, karena dianggap keadaan fundamental pada saat Perjanjian Kontrak Jangka Panjang Tambang tersebut dibuat dan ditandatangani  adalah sangat berbeda misalnya keadaan politik, ekonominya dengan keadaan sewaktu pada saat waktu berjalan dimana dibutuhkan dilakukan Renegosiasi atas Kontrak Jangka Panjang Pertambangan di Congo tersebut.PENGERUK TAMBANG

Menurut Pembuat Disertasi untuk LLM tersebut, dalam keadaan dibutuhkannya Renegosiasi maka Hukum yang dilihat adalah kombinasi antara Hukum Investor Asing Tambang yang menandatangani Kontrak Jangka Panjang Tambang tersebut maupun Hukum Lokal Negara dimana Investasi tambang tersebut dilakukan. Pembuat Disertasi tersebut juga mengacu kepada Perjanjian Treaty Viena tahun 1969, dimana selain terdapat Klausula yang menyatakan bahwa Hukum Perjanjian berlaku sebagai undang-undang bagi Pihak yang menandatangani Perjanjian Internasional tersebut yaitu Pasal 26 dari Treaty Convention Viena

  • SECTION 1: OBSERVANCE OF TREATIES
    Article 26
    Pacta sunt servanda
    Every treaty in force is binding upon the parties to it and must be performed by them in good faith.
    terdapat pula Pasal 62 dari Konvensi Viena :
  • Article 62
    Fundamental change of circumstances
    1. A fundamental change of circumstances which has occurred with regard to those existing at the time of the conclusion of a treaty, and which was not foreseen by the parties, may not be invoked as a ground for terminating or withdrawing from the treaty unless:

    • (a) the existence of those circumstances constituted an essential basis of the consent of the parties to be bound by the treaty; and
    • (b) the effect of the change is radically to transform the extent of obligations still to be performed under the treaty.

    2. A fundamental change of circumstances may not be invoked as a ground for terminating or withdrawing from a treaty:

    • (a) if the treaty establishes a boundary; or
    • (b) if the fundamental change is the result of a breach by the party invoking it either of an obligation under the treaty or of any other international obligation owed to any other party to the treaty.

    3. If, under the foregoing paragraphs, a party may invoke a fundamental change of circumstances as a ground for terminating or withdrawing from a treaty it may also invoke the change as a ground for suspending the operation of the treaty.

  •  Berdasarkan Pasal 62 dari Treaty Veina diatas, kita dapat melihat  bahwa suatu pihak dapat mencabut perubahan fundamental atas circumstancesnya, dimana pihak yang menderita  akibat terjadinya perubahan fundamental tersebut.  mempunyai hak untuk withdrawal atau renegosiasi Kontrak tersebut jika keadaan Fundamental pada saat Perjanjian Jangka Panjang tersebut sudah jauh berbeda secara fundamental dengan keadaan  pada beberapa selang perjalanan waktu dari Perjanjian Jangka Panjang tersebut yang mengakibatkan kerugian pada salah satu Pihak dalam Perjanjian Jangka panjang tersebut.

Namun demikian  beberapa scholars menyatakan bahwa penerapannya adalah pada kasus yang pengecualian untuk melindungi stabilitas dari Perjanjian International tersebut sesuai dengan Pasal 26 dari Treaty Viena tersebut. Yang juga perlu diperhatikan dalam Disertasi tersebut disebutkan bahwa US Law recognizes the renegotiability of long term contracts.

  • Jika kita terapkan pada Perjanjian Kontrak Karya Freeport Indonesia Incorporated (“FFI”) yang ditandatangani tahun 1967, kita lihat bahwa Nuansa dan suasana pada saat Perjanjian Karya FFI  dibuat sesuai dengan pertimbangan Ketetapan MPRS – Amanah Putusan MPRS tahun 1996 No.XXIII/MPRS/1996 terkait dengan dibutuhkannya untuk segera dikeluarkan Undang-Undang Penanaman Modal Asing pada saat itu,  mengingat keadaan krisis ekonomi  malah mendekati kebangkrutan sebagaimana tertera dalam isi Putusan MPRS tahun 1996 No.XXIII/MPRS /1996 tersebut, dimana disebutkan bahwa “Modal Dalam Negeri masih terbatas” sehingga sangat mendesak untuk dibuatkan Payung Hukum Undang Undang Penaman Modal Asing yang melahirkan Undang-Undang Penaman Modal No.1/Tahun 1967 tersebut;

Dengan demikian kita bisa amati bahwa Modal Dalam Negeri  pada tahun 1967 tidak memadai, dimana untuk mengatasi kebangkrutan keadaan keuangan yang dialami oleh Negara  Republik Indonesia, kita membutuhkan bantuan adanya Investor Asing termasuk dibuatnya Undang – Undang Penanaman Modal Asing No. 1 Tahun 1967  sebagai  landasan hukum dibuat dan ditandatangani Perjanjian Kontrak Karya Freeport Indonesia Incorporated  dan Pemerintah Indonesia.  Makanya dalam Klausula mengenai Divestasi ditentukan dalam jangka waktu 20 Tahun setelah ditandatangani Perjanjian Kontrak Karya Antara PT Freeport Indonesia Company dan Pemerintah Indonesia tanggal 30 Desember 1991, dimana PT Freeport Indonesia Company adalah pengganti dari Freeport Indonesia Incorporated, yang merupakan dari Perjanjian Terdahulu ( Contract of Work tertanggal 7 April antara Freeport Indonesia Incorporated, suatu perusahaan yang didirikan di Delaware,USA), dimana Perjanjian Kontrak Karya tertanggal 30 Desember 1991 ini menggantikan Perjanjian Terdahulu) ,    terjadi divestasi dimana Kepemilikan Saham atau Equity dalam PT Freeport Indonesia adalah Pemegang Saham Lokal (bisa BUMN, Swasta Nasional 100%) akan memiliki 51% saham, sedangkan Fx Mc Moran sebagai Penanam Modal Asing menjadi 49 % tidak lebih lambat dari Ulang Tahun ke 20 (Dua puluh Tahun) tanggal ditandatangani Perjanjian Kontrak Karya yang Baru ini sesuai Pasal 24 ayat 2 b dari Perjanjian Kontrak PT Freeport Indonesia Company.

Pengaturan Kewajiban PT FI untuk melakukan Divestasi atau penawaran kepada Pemegang Saham – Pihak Nasional Indonesia adalah secara  bertahap dimana dalam Pasal 24 ayat 2 ditentukan :

  • Sewaktu2 selama jangka yang telah ditetapkan dalam Pasal ini, Perusahaan akan menawarkan untuk dijual atau menyuruh menawarkan untuk dijual ( …The Company shall offer for sale or cause to be offered for sale shares of the capital stock pf the Company in furtherance of the policy of Indonesia to encourage ownership in Indonesian companies by Indonesian Nationals… ) saham-saham dari modal saham Perusahaan guna mendukung kebijaksanaan Pemerintah Indonesia dalam mendorong kepemilikan Perusahaan-Perusahaan Indonesia oleh Pihak Nasional Indonesia sebagaimana diatur dalam ayat 2 Pasal 24 ini. Untuk tujuan ayat 2 Pasal 24, istilah “Pihak Nasional” berarti warga negara Indonesia, Badan Hukum Indonesia yang syah yang dikuasai oleh warga Indonesia atau Pemerintah Republik Indonesia…

Selanjutnya .…:

  • sesuai butir a dari ayat 2 Pasal 24 ditentukan bahwa : Sepanjang dapat dilaksanakan sesegera mungkin setelah tanggal penandatangan KK, namun demikian dimulai tidak lebih lambat dari ulang tahun kelima (Ke-5) tanggal penandatangan KK tersebut ini, dan berakhir tidak lebih dari lambat dari ulang tahun kesepuluh (Ke-10) tanggal dari KK tersebut,  Perusahaan akan menawarkan untuk penjualan dalam penawaran umum di Bursa Efek Jakarta atau dengan cara lain kepada Pihak Nasional Indonesia, sepanjang hal itu diminta oleh Pemerintah untuk memenuhi ketentuan-ketentuan Peraturan Perundangan yang berlaku dan sepanjang kondisi keuangan pasar modal pada saat itu memungkinkan dijual sesuai dengan permintaan pasar pada suatu harga yang wajar, dalam jumlah saham yang dijual setelah itu langsung atau tidak langsung mencapai 10% dari Modal Saham PT FI yang diterbitkan.

Lebih lanjut ditentukan :

  • • selama periode 12 ( Dua belas) bulan pertama setelah ditandatanganinya KK ini dan
    • setiap periode 12 bulan setelah itu untuk sebanyak 10 Periode sepanjang diminta oleh Pemerintah untuk memenuhi ketentuan Peraturan Perundangan yang berlaku dan sepanjang kondisi pasar modal di Indonesia saat itu memungkinkan saham-saham dijual sesuai dengan permintaan pasar dengan harga yang wajar, PT FI akan menawarkan untuk menjual kepada masyarakat di Bursa Efek Jakarta, atau dengan cara lain kepada Pihak Nasional Indonesia sejumlah saham melalui penjualan tersebut, baik langsung maupun tidak langsung sebesar 2,5 % dari Modal Saham PT FI yang diterbitkan sampai suatu saat dimana jumlah keseluruhan saham yang dijual sesuai Pasal 24 ayat 4 akan mencapai jumlah, langsung atau tidak langsung, setelah semua hasil penjualan saham tersebut dan setiap saham yang sekarang atau selanjutnya dimiliki Pemerintah 45% dari modal saham PT FI yang diterbitkan dengan ketentuan bahwa sekurang-kurangnya 20% dari modal saham PT FI yang diterbitkan tersebut tidak dijual di Bursa Efek Jakarta,

Selanjutnya sesuai Pasal 24 ayat 2 b tersebut menentukan
…..Perusahaan “diharuskan menjual atau berusaha menjual” ( shall be required or cause to be sold in public offerings on the Jakarta Stock Exchange, or otherwise to Indonesian Nationals sufficient shares to equal a total of 51% of the issued share capital of the Company not later than the tewntieth anniversary of the date of the signing of this Agreement, to the extent requested by the Government to meet the requirements of then existing laws and regulations and to the extent the financial market condition in Indonesia at the time permit the shares to be sold in an orderly market at fair price.. ... ) pada penawaran umum di Bursa Efek Jakarta, atau dengan cara lain kepada Pihak Nasional Indonesia dengan saham-saham yang cukup untuk mencapai suatu jumlah yaitu 51% (limapuluh satu persen) dari modal saham Perusahaan yang diterbitkan, tidak lebih lambat dari ulang tahun 20 (dua puluh) tanggal ditandatanganinya Persetujuan ini, sampai mencapai yang dikehendaki oleh Pemerintah sesuai dengan peraturan Perundang-undangan yang berlaku dan sepanjang kondisi pasar modal di Indonesia pada saat itu memungkinkan saham dijual dengan sesuai permintaan pasar dan harga yang wajar..

  • Atas Dasar Hukum Pasal 26 Konvensi Viena diatas, dan sesuai kesepakatan dan Pemerintah Indonesia dan PT Freeport Indonesia Company dalam Perjanjian Kontrak
    • Karya tanggal 30 Desember 1991 pada Pasal 24 ayat 2 b – Promosi Kepentingan Nasional (Promotion of National Interest),
    jelas bahwa Divestasi ke Pihak Nasional Indonesia dengan saham-saham yang cukup untuk mencapai suatu jumlah yaitu 51% (limapuluh satu persen) dari modal saham Perusahaan yang diterbitkan, tidak lebih lambat dari ulang tahun 20 (dua puluh) tanggal ditandatanganinya Persetujuan ini, sampai mencapai yang dikehendaki oleh Pemerintah sesuai dengan peraturan Perundang-undangan yang berlaku dan sepanjang kondisi pasar modal di Indonesia pada saat itu memungkinkan saham dijual dengan sesuai permintaan pasar dan harga yang wajar..

PHOTO TAMBANG

Dalam perkembangannya secara umum terkait dengan kewajiban Divestasi atas Penanaman Modal Asing muncul PP No.20 Tahun 1994, dimana akibat desakan Global, dimana ditetapkan bahwa secara umum Kepemilikan Saham Asing dalam Penanaman Modal Asing di Indonesia adalah tetap 95% dan kewajiban men-divestasi menjadi Penanam Modal Lokal adalah 5%, dimana pada perkembangan Investor Asing Kontrak Karya dalam Pertambangan Umum juga memperjuangkan untuk mendapatkan manfaat dari PP No. 20 Tahun 1994 ini, meskipun sebenarnya secara Umum di Kontrak Karya Pertambangan kewajiban Divestasi oleh Pemegang Modal Asing dalam waktu tidak lebih lambat dari 20 Tahun semenjak ditandatangani Kontrak Karya adalah Penaman Modal Asing menjadi 49% dan Pemegang Saham Penanam Modal Nasional adalah menjadi 51% atau Mayoritas.

  • Maka seharusnya berdasarkan ketentuan Pasal 26 dari Viena Convention  yang menganut konsep Pacta sunt servanda –  Every treaty in force is binding upon the parties to it and must be performed by them in good faith, seharusnya sesuai dengan Pasal Divestasi ini, setelah 20 Tahun semenjak ditandatangani Perjanjian Kontrak Karya PT Freeport Indonesia Company dengan Pemerintah indonesia tanggal 30 Desember 1991, Pemegang Saham Asing yaitu FX Mc Moran haruslah terikat dan menghormati hak Pemegang Saham Nasional  Indonesia   untuk memiliki 51% saham dari total saham yang dikeluarkan oleh PT Freeport.

Pada perkembangannya terkait dengan hal Divestasi ini

dalam Pasal 97 PP No. 24 tahun 2012 diatur :

Pasa1 97
(1) Pemegang IUP dan IUPK dalam rangka penanaman
modal asing, setelah 5 (lima) tahun sejak berproduksi
wajib melakukan divestasi sahamnya secara
bertahap, sehingga pada tahun kesepuluh sahamnya
paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) dimiliki
peserta Indonesia.

Yang anehnya di UU Minerba No. 4 Tahun 2009 nampaknya sama sekali tidak diatur mengenai Divestasi ini;

  • Ternyata dalam perkembangannya ketentuan Divestasi  paling sedikit 51% pada tahun ke 10  dalam PP No. 24 tahun 2012 telah disunat oleh PP No. 77 tahun 2014 jadi 30% dari jumlah seluruh saham, jika Penambang menggunakan metode bawah tanah dan penambangan terbuka tahun ke 10 divestasi menjadi 30%.

Peraturan Pemerintah kita ketahui tidak membutuhkan Konsultasi dengan DPR, sedangkan Kontrak Karya PT Freeport tanggal 30 Desember 1991 adalah ditandatangani setelah Pemerintah berkonsultasi dengan DPR sebagai wakil Rakyat;  Dengan demikian secara hukum kedudukan dari Kontrak Karya seringkali dikatakan mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari PP karena Peraturan Pemerintah tidak membutuhkan Konsultasi dengan pemerintah;

  • Selanjutnya spirit dari Divestasi ini adalah pemberdayaan Pemegang Saham Nasional Indonesia,   dimana dalam kurun waktu paling lambat waktu 20 Tahun setelah ditandatangani Kontrak Karya PT FI, Divestasi yang disetujui bertahap pada akhirnya memberikan kekuatan kepada Pemegang Saham Nasional Indonesia,  dimana sebaiknya bisa diusulkan BUMN seperti PT Antam yang sudah lama berpengalaman bergerak didalam dunia Pertambangan maupun  BUMD di Papua dapat turut serta memegang saham di  PT Freeport Indonesia dengan   mencapai 51% dari seluruh saham yang dikeluarkan oleh PT Freeport Indonesia;

Namun Penulis tidak mengetahui mengapa Pihak Pemerintah Indonesia tidak menggunakan dan mengimplementasikan Pasal Divestasi dari Perjanjian Kontrak Karya maupun ketentuan Pasal 26  Pacta sunt servanda dari Konvensi Viena tersebut,  malah mengalah dan mengakomodasi Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1994  maupun Peraturan Pemerintah PP No. 77 tahun 2014 jadi 30% dari jumlah seluruh saham dikeluarkan PT Freeport Indonesia.  peta-1

  • Apakah karena tidak ada keberanian Pemerintah untuk memayungi Pemegang Nasional Indonesia yang bisa menjadi 51% untuk memenuhi Cash Call 51 % untuk Biaya Operasional Pertambangan dan Investasi setelah terjadinya Divestasi 51% tersebut dari Pemegang Saham Modal Asing FX Mc Moran kepada Perusahaan Nasional Indonesia ( Baik BUMN/BUMD/Swasta Nasional)  

Kita amati bahwa pada perkembangan kekuatan perekonomian serta keuangan di Indonesia,  keadaan Fundamental Keuangan Indonesia tahun 2014 sudah jauh berbeda dengan keadaan keuangan yang dialami Indonesia pada  tahun 1967, dimana pertumbahan Ekonomi Indonesia adalah 3 %, sehingga jelas terjadi perubahan fundamental atas   keadaan kekuatan  keuangan dalam Negeri khususnya Penanam Modal Negeri, yang sudah tidak dalam keadaan kebangkrutan.

  • Maka dengan melihat perkembangan keadaan Fundamental Keuangan ini maka jelas, Masyarakat Indonesia termasuk para Pemikir, Professional Peduli Pertambangan, Independend Professional Business Lawyer termasuk Penulis Blog ini,  berpandangan bahwa  jikalau tetap dipertahankan bahwa Indonesia hanya mendapatkan 1% sampai 3 % dari Nilai Volume yang diproduksi PT Freeport Indonesia  maupun dari Iuran Tetap Dead Rent Royalty Tahapan Tingkatan kegiatan Penyelidikan Umum, Explorasi hingga Exploitasi dan produksi (Luas Lahan per Ha dikalikan tarif Iuran serta Masa Tahapan kegiatan Penambangan tersebut) maupun Pajak dari Keuntungan Perusahaan PT Freeport Indonesia, serta Dividen dari  Pemegang Saham Penanam Modal Nasional yang “hanya 9% (sembilan persen)” di PT Freeport Indonesia,   adalah sangat merugikan pihak bagian penerimaan Pemerintah Indonesia maupun Perusahaan Nasional Indonesia. Photo PT FI di Highland
  • Dengan demikian Pemerintah Indonesia. berdasarkan Pasal 62 dari Konvensi Viena mempunyai hak untuk melakukan Renegosiasi baik Level Hulu maupun Level Hilirisasi dalam Perjanjian Kontrak Karya Pertambangan Umum di Indonesia,  dengan mengacu antara lain kepada Yurisprudensi  Renegosiasi Perjanjian Jangka Panjang Tambang di Congo dengan memakai Landasan Pasal 62 dari Konvensi Viena tahun 1969 tersebut, dimana telah terjadi Perubahan Fundamental yang mendasar atas kekuatan Keuangan Ekonomi di Indonesia, sehingga Pemerintah RI berhak untuk meminta dilakukannya Renegosiasi atas Perjanjian Kontrak Karya Pertambangan dengan PT Freeport Indonesia, dimana  Hukum USA juga mengakui adanya Renegosiasi atas Kontrak jangka Panjang sesuai dengan pandangan dari Penulis Desertasi Renegosiasi Perjanjian Jangka panjang Tambang di Congo diatas.

Kini tahun 2014 adalah telah lebih dari  -2014 – 1967 = 47 Tahun, semenjak Negara Indonesia membuka pintu bagi Penanam Modal Asing untuk berinvestasi di Indonesia  yaitu  Tahun 1967 , sehingga sudah selayak dan sepantasnya posisi Pemegang Saham Nasional  Indonesia dalam Kepemilikan Saham di PT  Freeport Indonesia sudah harus  jauh lebih besar dari hanya 9 % dan harus menjadi 51% sesuai dengan  Makna – dari Divestasi – selama tidak lebih lambat dari 20 Tahun yang tersebut dalam Kontrak Karya PT Freeport  Indonesia dengan Pemerintah Indonesia – dimana selama 20 tahun tersebut memang Pemegang Modal Asing telah menanggung 90 % dari Biaya Operasi dan Investasi dalam Penambangan di Wilayah Kuasa Pertambangan yang tertera di Perjanjian Kontrak Karya PT Freeport,  namun selama 20 tahun semenjak tanggal ditandatnganinya Perjanjian Kontrak Karya PT Freeport Indonesia Company dengan Pemerintah Indonesia 30 Desember 1991 bahkan 40 tahun lebih Pemegang Saham Asing telah  pula menikmati Dividen atas Hasil Produksi Tambang yang besar yaitu :

Dalam laporan keuangan 2009, Freeport melaporkan :

  • Cadangan tembaga sebesar 104,2 miliar pound (47,2 miliar kg) dan
  • Cadangan emas sebesar 37 juta ounces (sekitar 1 juta kg).

 dan  Trade Off nya adalah bahwa Komposisi Pemegang Saham Nasional Indonesia  adalah  menjadi 51%  atas saham yang dikeluarkan oleh PT Freeport Indonesia Company setelah Masa 20 Tahun semenjak Tanggal ditandatangani Perjanjian Kontrak Karya PT Freeport Indonesia Company  dengan Pemerintah Indonesia tertanggal 31 Desember 1991 ( yang merupakan ” Kontrak Karya Generasi ke-V”), sesuai dengan kesepakatan dari Klausula Divestasi yang disetujui oleh Fx Mc Morran sebagai Pemegang Saham  Pemodal Asing dan Pemerintah Indonesia sebagai  pelaksanaan amanah dari Pasal 33 ( 3) Undang-undang Dasar 1945 sebagai Konstitusi Indonesia dan Hukum Minerba yang berlaku di Indonesia, yang didukung pula oleh Pasal 62 dari Konvensi Viena tahun 1969 dimana  Pemerintah dan Negara Indonesia maupun Negara dan Pemerintah Amerika Serikat terikat oleh Konvensi Viena tersebut .

  • Sebagaimana  terurai diatas,  kita ketahui bersama bahwa Perjanjian Contract Of Work antara Freeport Indonesia Incorporated dan Menteri Pertambangan dari Pemerintah Republik Indonesia  telah ditandatangani Tahun 1967 ( Kontrak Karya – Contract of Work Generasi I), dimana Contract Of Work ini  kemudian diperbaharui dan diganti dengan Kontrak Karya Kedua antara PT Freeport Indonesia Company dengan Pemerintah Indonesia ini disepakati akan berakhir pada tahun 2021 dengan opsi perpanjangan 2 kali 10 tahun sehingga Kontrak Karya akan berakhir hingga tahun 2041.

Adapun Komposisi saham di PT Freeport Indonesia Company adalah bahwa : Freeport McMoran memiliki saham 90,64 persen atas keseluruhan saham yang dikeluarkan oleh PT Freeport Indonesia Company   di mana 81,28 persen adalah  melalui penguasaan saham secara langsung dan 9,36 persen melalui PT Indocopper Investama.

Sementara Pemerintah Indonesia hanya memiliki  9,36 persen saham dari Keseluruhan Saham yang dikeluarkan oleh PT Freeport Indonesia Company.

Kita mengetahui bahwa kini telah berlaku  Undang-Undang Minerba yaitu  UU No 4/2009, dimana ditentukan dalam pasal 169  dari Undang-Undang Minerba ini  bahwa Kontrak Karya yang ada sebelum berlakunya UU ini tetap diberlakukan sampai jangka waktu berakhirnya Kontrak atau Perjanjian.

  • Selanjutnya, ditentukan bahwa Pasal Kontrak Karya disesuaikan selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak UU ini diundangkan kecuali mengenai penerimaan negara. Dengan berlandaskan pada ketentuan Pasal ini, maka ini  berarti bahwa  semua Kontrak Karya akan tunduk pada Undang-Undang Minerba No. 4 Tahun 2009 ini, termasuk Kontrak Karya PT Freeport Indonesia Company.bg_ag

Dalam hal ini Kontrak Karya tetap saja berjalan hingga berakhirnya perjanjian, namun demikian isinya harus direvisi dan menyesuaikan ketentuan yang sudah digariskan oleh UU No 4/2009 maupun berdasarkan Dasar Hukum Pasal 62 dari Konvensi Viena bahwa kondisi perekonomian dan iklim investasi di Negara Republik Indonesia sebagai Kondisi Fundamental sudah sangat berubah dan berbeda dengan tahun 1967, sehingga Penerapan dari Spirit Divestasi dimana Komposisi Kepemilikan dari Pemegang Saham di PT Freeport Indonesia Company setelah 46 Tahun semenjak tahun 1967, atau 20 Tahun setelah 30 Desember 1991 harus lebih besar menjadi 51 % karena merupakan hasil kesepakatan Klausula Divestasi yang terdapat dan disepakati bersama secara tertulis oleh Pemegang Saham Pemodal  Asing dan Pemerintah Indonesia dan sesuai dengan Pasal 26 Konvensi Viena Pacta sunt servanda –  Every treaty in force is binding upon the parties to it and must be performed by them in good faith, maka seharusnya sesuai dengan Pasal Divestasi dalam Perjanjian Kontrak Karya PT Freeport Indonesia, setelah tidak lebih lambat dari 20 Tahun semenjak ditandatangani Perjanjian Kontrak Karya 30 Desember 1991 tersebut diatas, Pemegang Saham Asing yaitu FX Mc Moran haruslah terikat dan menghormati hak Pemegang Saham Nasional  Indonesia   untuk memiliki 51% saham dari total saham yang dikeluarkan oleh PT Freeport.    

  • Maka sesuai dengan Konvensi Viena kita bisa menggunakan Pasal 26 Pacta Sunt Servanda maupun Pasal 62 Konvensi Viena bahwa telah terjadi perubahan Fundamental Ekonomi Keuangan Indonesia  yang kini mencapai pertumbuhan 3% dan tidak lagi dalam keadaan hampir bangkrut  seperti dialami  Indonesia pada tahun 1967 yang disebutkan dalam Keputusan MPRS  tahun 1996 No.XXIII/MPRS/1996.

Tentunya dengan Dasar Divestasi  Pemegang Saham Nasional  memegang 51 %, maka  harus ada Payung Hukum maupun dukungan keberpihakan Pemerintah maupun DPR dalam hal dukungan Keuangan/Dana yang dibutuhkan baik dari Dunia Perbankan di Indonesia maupun Bursa Saham di Indonesia untuk membantu Perusahaan Nasional (BUMN maupun Swasta) untuk mendapatkan dana cash call 51% Biaya Operasi dan Capital Investment dimana harus dipikirkan bahwa dari Hasil  Produksi Tambang Bagian dari Pemegang Saham Indonesia dapat dijadikan Jaminan atas pengembalian Uang atau dana Yang dipinjam dari Bank maupun Bursa Saham di Indonesia tersebut. Untuk hal mana harus ada Payung Hukum yang berpihak kepada Investor Tambang Lokal tersebut baik dalam Undang-Undang  Minerba maupun Undang undang Perbankan serta Undang Undang yang mengatur Pasar Modal di Indonesia.

Agung Supomo Suleiman SH

Konsultan Hukum Penambangan dan Perminyakan di Indonesia.

Jakarta 28 Juni IMG_15882014 direvisi 6 Juli 2014 dan direvisi lagi bulan November tahun 2015

Buat Blog di WordPress.com.

GLOBAL INDONESIA DAILY

MENANGKAP FENOMENA PERISTIWA DUNIA DAN INDONESIA

Mollyta Mochtar

Travel and Lifestyle Blogger Medan

The Signs

Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin, dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tiada memperhatikan?’ (adz-Dzariyat: 20)