Kita ketahui bahwa, setelah kegaduhan yang terjadi di DPR terkait dengan Divestasi dan Perpanjangan Masa Kontrak Karya PT Freeport Indonesia, dimana Penulis dari Blog Snapsho
t Artikel Hukum Bisnis ini telah sempat membuat Tulisan berjudul Kegaduhan yang terjadi terkait dengan issue Divestasi PT Freeport Indonesia maka dalam perkembangannya Pemerintah dan PT Freeport Indonesia (“PT FI”)_ telah mengadakan perundingan atas Kontrak Karya yang dimulai semenjak 4 Mei 2017. Terindikasi Pemerintah dan PT FI akan berunding selama 8 Bulan sejak 10 Februari 2017 hingga 10 Oktober 2017.
ESDM menjelaskan terdapat 4 Isu Utama yang dirundingkan yaitu :
- Stabilitas Investasi Jangka panjang yang diinginkan PT Freeport
- Perpanjangan Kontrak PT Freeport yang akan berakhir tanggal 30 Desember 2021, dimana PT Freeport menghendaki adanya perpanjangan Masa Kontrak.
- Kewajiban Divestasi Saham yang dimiliki FCX (Freeport McMoran) kepada Pemegang Saham Nasional
- Pembangunan Smelter.
Melalui Media di Internet https://finance.detik.com/energi/3574740/benarkah-kontrak-freeport-sudah-diperpanjang-hingga-2031, kita ketahui Sekretaris ESDM, Pak Teguh Pamuji, pada Hari Rabu tanggal 26 Juli 2017, telah memberikan konferensi pers di Kementerian ESDM, yang menjelaskan gambaran Perkembangan Perundingan antara Pemerintah Indonesia yang diwakili oleh ESDM dan PT FI .
Menurut ESDM, PT FI setuju antara lain :
Landasan Hukum hubungan kerja antara Pemerintah Indonesia dengan PT FI adalah IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus) bukan Kontrak Karya lagi.
IUP pertama akan berlaku pada Tahun 2021 sehingga sama dengan masa berakhirnya Kontrak Karya yaitu Tahun 2021.
Masalah Pembebanan Pajak dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah akan dituangkan dalam suatu Peraturan Pemerintah.
Terkait dengan Perpanjangan :
ESDM membantah bahwa Pemerintah telah memberikan perpanjangan izin operasi kepada PT Freeport sampai dengan tahun 2031. Sekjen ESDM menyatakan bahwa sahnya operasi PT Freeport pasca 2021 adalah ketika ditandatangani IUPK dimana hingga saat ini belum ditandatangani.
Menurut ESDM, setelah PT Freeport memperoleh IUPK yang berlaku hingga tahun 2021 maka sesuai PP No. 1 Tahun 2017, PTFI berhak memperoleh perpanjangan 2 x 10 tahun setelah memenuhi beberapa Persyaratan yang ditentukan dalam PP no. 1 Tahun 2017.
Perpanjangan tidak diberikan otomatis sekaligus, melainkan Perpanjangan Pertama untuk 1 x 10 Tahun akan diberikan, setelah dipenuhi persyaratan yang ditentukan dalam PP No. 1 Tahun 2017 dan Perpanjangan berikutnya 10 Tahun lagi setelah dipenuhi beberapa Persyaratan.
PEMBANGUNAN SMELTER
Pembangunan Smelter akan dilakukan dan akan diselesaikan oleh PT Freeport, dalam jangka waktu 5 tahun dan direncanakan selesai tahun 2022.
Selama Pembangunan Smelter PT Freeport diberikan izin mengeksport konsentrat tembaga dengan membayar Bea Keluar.
Pemerintah akan melakukan pengecekan berkala setiap 6 Bulan atas Penyelesaian Pembangunan Smelter tersebut, dimana jika ternyata tidak dilaksanakan atau Mangkrak berhenti, maka Izin Eksport Konsentrat Tembaga akan dicabut.
DIVESTASI 51%
Terkait Divestasi, dijelaskan oleh ESDM bahwa Tim Teknis dari Kemenkeu dan BUMN bertugas untuk menindak lanjuti perundingannya, dimana Idealnya Pemerintah berkeinginan untuk Divestasi 51% dan saat ini Pemerintah telah memegang 9,36% dari seluruh saham yang dikeluarkan oleh PT Freeport, dimana sisanya 41% akan dimiliki dan dikuasai oleh Pemegang Nasional yang rencananya adalah melalui BUMN, dimana aspirasi dari Kemenkeu untuk dilaksanakan “seketika dan sekarang”.
Namun dilain pihak PT Freeport menginginkan dilakukan secara bertahap dan tidak sekaligus. Freeport juga menginginkan bahwa sebahagian saham adalah melalui Bursa Saham sedangkan Pemerintah mempunyai mekanisme tersendiri.
Menurut Sekjen ESDM, saham yang akan dibeli oleh Pemegang Saham Nasional atau Pemerintah Indonesia melalui BUMN adalah saham baru dan bukan saham yang sudah ada.
- KOMENTAR HUKUM PENULIS BLOG SNAPSHOT ARTIKEL HUKUM BISNIS ini, Terkait Perpanjangan dan DIVESTASI 51% .
Menurut hemat Penulis, Perpanjangan IUPK yang diberikan oleh Pemerintah kepada PT Freeport Indonesia :
tidak boleh terlepas dari kewajiban bahwa Divestasi 51 % sudah harus terjadi pada tahun 2011 yaitu paling lambat Ulang Tahun ke – 20 setelah penandatangan Kontrak Karya 30 Desember 1991 + 20 Tahun = 30 Desember Tahun 2011, kepada Pemegang Saham Nasional sesuai dengan Pasal 24 (b) dari Perjanjian Kontrak Karya PT Freeport, dimana sesuai Pasal 26 dari Konvensi Viena – Treaty International, serta dimana baik Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Amerika Serikat telah turut mendatangani Konvensi Viena ini, adalah terikat atas Treaty Konvensi Internasional ini.
Dengan demikian jika IUPK diberikan hingga tahun 2021, yaitu waktu yang sama dengan “Akhir” dari Jangka Waktu Kontrak Karya, dimana Perjanjian Kontrak Karya sesuai Pasal 31 jangka waktu berlakunya adalah 30 (Tiga Puluh) Tahun sejak tanggal Pendatanganan Perjanjian Kontrak Karya ini, dengan ketentuan bahwa Perusahaan (PT Freeport) akan diberi hak untuk memohon 2 (dua) kali perpanjangan masing-masing 10 (Sepuluh) Tahun atas Jangka Waktu tersebut secara berturut-turut, dengan syarat yang disetujui Pemerintah.
Pemerintah tidak akan menahan atau menunda Persetujuan tersebut secara tidak wajar. Permohonan dari Perusahaan dapat diajukan setiap saat selama Jangka waktu Perjanjian Kontrak Karya termasuk setiap Perpanjangan,
Maka jikalau Pemerintah hendak memberikan perpanjang 1 kali 10 Tahun melalui IUPK, maka pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan dalam Kontrak Karya – “Harus sudah dengan Persyaratan bahwa :
Divestasi 51% telah dilakukan oleh Pemegang Saham FCX sebagai Pemegang Saham Asing kepada Pemegang Saham Nasional saat ini seketika dan sekaligus, sehingga jika FCX, masih mengulur-ngulur Kewajiban Divestasi secara bertahap, seperti terindikasi dari Penjelasan Konferensi Pers dari Sekjen ESDM diatas,
maka IUPK yang diberikan oleh Pemerintah kepada PT Freeport, “Harus hingga tahun 2021 saja”, sesuai dengan Masa Berakhirnya Kontrak Karya yang telah ditandatangani oleh Pemerintah dan Freeport McMoran, dan telah di-Konsultasikan dengan DPR pada Tahun 1991 dengan alasan :
FCX sudah tidak dapat melaksanakan Kewajiban Divestasinya secara bertahap dari tahun 1991 hingga ujungnya paling lambat ulang tahun ke 20 setelah penadatanganan Kontrak Karya (30 Desember 1991 + 20 Tahun Tahun 2011, sehingga, Pemerintah harus secara Tegas mengambil Sikap :
“Tidak Memperpanjang lagi IUPK yang diberikan kepada PT Freeport hingga Tahun 2021, atau Kontrak Karya berakhir pada Tahun 2021, sesuai Jangka Waktu Kontrak Karya, sehingga secara Konsekwensi Hukum Kontraktual Kontrak Karya :
Keseluruhan Wilayah Tambang Tembaga dan Emas tersebut harus dikembalikan seluruhnya kepada Pemerintah Indonesia.
ANALISA HUKUM BISNIS PERTAMBANGAN TEMBAGA DAN EMAS
Secara Kalkulasi Bisnis, PT Freeport seharusnya sudah sadar bahwa Akhir dari Perjanjian Kontrak Karya sesuai Pasal Perpanjangan dalam Kontrak Karya adalah hingga Tahun 2021,
sehingga PT Freeport secara sadar dari aspek hukum bisnis kontraktual, tidak akan lagi “Menyuntikan Uang /Dana Investasi” untuk melakukan Ekspansi atau melakukan Investasi Baru lagi, atas Lapangan Pertambangan Tembaga dan Emas, baik Di Deep Zone atau Zona manapun, yang menurut “Kalkulasi Perhitungan Komersial Ke-ekonomian Pengembalian Modal” atau “Return Of Investment” – nya, tidak akan dapat Kembali pada Tahun 2021 (sebagai AKhir dari Jangka Waktu Kontrak Karya PT Freeport dengan Pemerintah Indonesia.)
Sebagaimana kita ketahui “Peta dan Luas Wilayah Kuasa Pertambangan Umum Tembaga dan Emas” yang diberikan oleh Pemerintah dan dikonsultasikan kepada DPR,pada Tahun 1991 dan disetujui oleh FCX (Freeport McMoran), adalah terlampir sebagai Satu kesatuan Bagian Yang tidak terpisah dengan Kontrak Karya yang telah ditandatangani Pemerintah Indonesia dan Freeport Mc Moran pada tanggal 31 Desember 1991. yang telah di-Konsultasikan dengan DPR sebagai Lembaga Legislatif oleh Pemerintah,
sehingga Status Kedudukan Hukum dari Kontrak Karya :
mempunyai Tingkat Level Kedudukan yang sama dengan Undang-Undang yaitu Produk Politik dari Pemerintah (sebagai Lembaga Eksekutif) dan telah dikonsultasikan dengan DPR, {sebagai Lembaga DPR (Dewan Perwakilan Rakyat)} yang mewakili Rakyat Indonesia sebagai Pemilik dari Deposit Kekayaan Alam Tembaga dan Emas dan segala Bahan Tambang Galian yang berada dan tercakup di Wilayah Tambang sesuai Peta dan Koordinat yang terlampir pada Kontrak Karya Tahun tanggal 31 Desember 1991.
Jakarta, 28 Juli 2017
Agung Supomo Suleiman