Wah sudah lama nih tidak berkunjung ke Blog Snapshot Artikel Hukum Bisnisness AgsS Law ini, biasa karena baru selesai tersita membantu salah satu Klien terkait aspek Hukum Kontraktual antara suatu Perusahaan Drilling yang mendapatkan subcontract dari Kontraktor yang mempunyai kontrak dengan Operator dalam Main Contract antara Contractor dan Operator khusus untuk penyediaan Drilling Rig maupun Drilling Services;
Yang agak unik dari sudut Aspek Hukum Kontraktualnya adalah bahwa Perjanjian Back to Back Subcontract Agreement (“Perjanjian Subcontract”) memilih Governing Law-nya Hukum Indonesia maupun Arbitrasi BANI, sedangkan Perjanjian Utama atau Main Contractnya antara Contractor dan Operatornya memilih Hukum Inggris maupun Forum Arbitrasi diluar Indonesia;
Perjanjian Subcontract menggunakan Judul Back to Back Subcontract Agreement, dimana terindikasi bahwa yang dimaksud dengan Back to Back adalah bahwa salah satu Klausula di Perjanjian Subcontract menyetujui diterapkannya Konsep Mutatis Mutandis.
Maksud dari Mutatis Mutandis yang Penulis dapat serap sebagaimana disepakati dalam Perjanjian Subcontract adalah bahwa Subcontractor di Perjanjian Subcontract berhak mengambil manfaat baik kewajiban maupun Liabilities yang “Sama” yang diberikan di Main Contract kepada Contractor, misalnya jika Contractor diberikan “Pembatasan Liabilities” dalam Main Contract terkait Kewajiban untuk mengganti atau memperbaiki bagian atau seluruh Peralatan yang harus disediakan oleh Contractor kepada Operator yang perlu diperbaiki karena Defect, dengan tidak melampui Total Pembayaran yang diterima oleh Contractor dari Operator, maka Subcontract juga berhak mendapatkan Pembatasan Liabilities tersebut.
Namun pada fakta kenyataannya, dalam Perjanjian Subcontract, terindikasi bahwa Contractor telah membebankan kepada Subcontractor suatu Beban Liabilities atau Tanggung Jawab Keuangan yang dapat melampui “Total Penerimaan yang diterima oleh Subcontractor”, disaat suatu Drilling Rig yang disediakan oleh Subcontractor tidak beroperasi lebih dari misalnya 72 Jam per 1 Bulan, dimana Subcontractor pada setiap Hari dikenakan Zero Rate oleh Operator, maka Contractor akan mengenakan beban terhadap Subcontract untuk Merimburse- Mengganti Ongkos Biaya yang dikeluarkan oleh Contractor untuk pembayaran Standby Cost maupun Ongkos Biaya dari Service Product Line dari para subcontractor lainnya dari Contractor terkait dengan Suatu Drilling Rig yang tidak beroperasi tersebut, hal mana jelas “Sangat Merugikan Subcontractor secara bisnis komersial keuangan”, disebabkan Subcontractor hanyalah terbatas mendapatkan Bayaran Daily Jasa Drilling Operation Fee untuk Scope Services Penyediaan Drilling Rig maupun segala peralatan yang ditentukan dalam minimum requirements yang harus tersedia di Lapangan Lokasi Drilling Rig beroperasi.
Perlu dicatat bahwa Perjanjian Main Contract-nya adalah Integrated Project Management (IPM), dimana Contractor mendapatkan sebagian Scope Of Work dari Operator yaitu antara lain menyediakan Drilling Equipment serta melaksanakan Drilling Services, adapun Well Testing serta Civil Work diberikan kepada Perusahaan lain oleh Operator.
Hal diatas jelas secara aspek Hukum Kontratual kebiasaan yang berlaku di Industri Drilling Rig di Indonesia khususnya di Oil n Gas maupun Geothermal adalah “sama sekali tidak Fair – wajar” dan tidak dapat diterima, apalagi Contractor sendiri di Main Contractor-nya telah mendapatkan “Pembatasan Liabilities” terbatas hanya untuk memperbaiki bagian Peralatan maupun dibatasi Tanggung Jawab Pengantiannya tidak boleh “Melampaui Total Pembayaran yang dibayarkan oleh Operator kepada Contractor”, sehingga SubContractor sexcara ketentuan Perjanjian Subcontractnya berhak menerapkan “Konsep Mutatis Mutandis” yang telah disepakati bersama dalam Back to Back Subcontract Agreement antara Subcontractor dan Contractor.
Yah mungkin sekian dahulu Artikel Tulisan Hukum Kontractual Bisnis pada malam hari ini menjelang Isa oleh Penulis dari Blog Snapshot Artikel Hukum AgsS Law ini.
Jakarta, 1 April 2017
Agung Supomo Suleiman