Keberanian dan ketegasan dari Pemerintah Indonesia khususnya Menteri ESDM didalam pendirian agar PT Freeport Indonesia mentaati ketentuan untuk Divestasi 51% dari Saham yang dikeluarkan oleh PT Freeport Indonesia kepada pemegang Saham Indonesia merupakan tindakan yang tepat dan memang kita tunggu-tunggu mengingat Pengelolaan dari Kekayaan Alam Tambang Tembaga dan Emas yang dikarunia oleh ALLAH Yang Maha Pemberi Karunia serta Maha Pencipta Bumi dan langit dan segala isi kandungan Bumi termasuk Tembaga dan Emas kepada Rakyat Indonesia termasuk Rakyat Papua harus dikelola secara maksimal untuk kepentingan Meningkatkan Kesejahteraan Seluruh Rakyat Indonesia.
Secara Hukum Kontraktual dari Kontrak Karya khususnya PT Freeport Indonesia memang sudah lama sekali yaitu 50 Tahun semenjak ditandatangani Tahun 1967 (Generasi Pertama), dimana dalam perjalanannya di-Perbaharui pada tanggal 30 Desember Tahun 1991, antara PT Freeport (yang semula Freeport Indonesia Incorporated) dengan Pemerintah Indonesia.
Dalam Kontrak Karya PT FI ini khususnya Pasal 24 (b) ditentukan Divestasi secara bertahap dari tahun 1991 hingga ujungnya paling lambat ulang tahun ke 20 setelah penadatanganan Kontrak Karya (30 Desember 1991 + 20 Tahun = Tahun 2011 seharusnya PT FI telah menjual saham mencapai 51% kepada Pemegang Saham Nasional.
Penulis syukur Alhamdulillah pernah menjadi In-House Legal Counsel di PT FI 5 (Lima) Tahun dari Tahun 1993 hingga 1998, sehingga Penulis yang kini berprofesi sebagai Independent Business Lawyer, merasa terpanggil untuk mengingatkan bahwa PT Freeport Indonesia adalah secara Hukum Kontraktual terikat atas Komitment melaksanakan Janjinya dalam Pasal 24(b) – Kontrak Karya tersebut, dan bukannya malah tetap bersikukuh hendak mempertahankan Kepemilikan Saham Mayoritas di PT FI, dengan alasan bahwa kembali modal Investasi untuk Deep Zone membutuhkan waktu yang lama.
-
Perlu kita tegaskan bahwa sesuai dengan argumentasi dari Menteri ESDM, kekayaan ALAM Tembaga dan Emas dalan Deep-Zone adalah milik Bangsa Indonesia sesuai dengan Pasal 33 ayat 3 UUD 1945, sehingga tidak dapat dijadikan Leverage memperkuat Kedudukan Posisi dari Pemegang Asing di PT Freeport Indonesia;
Sebaliknya justru Kekayaan Alam Tembaga dan Emas yang terdapat di Deep Zone adalah milik Bangsa dan Rakyat Indonesia, sehingga harus dapat “memperkuat Posisi Kedudukan Nasional Indonesia” baik Jajaran Menteri ESDM maupun DPR yang mewakili Rakyat Indonesia untuk lebih berpikir dan menggunakan akal secara Cakap dan Cerdas bagaimana bernegosiasi dengan Pemegang Saham Asing dari PT FI agar Nilai Saham yang akan diakuisisi oleh Pemegang Saham Nasional yaitu apakah itu BUMN, BUMD kombinasi dengan Pemegang Saham Nasional Indonesia bisa mendapatkan Harga Beli Akusisi Divestasi yang wajar, memadai dan terjangkau hingga mencapai 51% Saham, yang “Harus” dikombinasikan dengan Financial Engineering sedemikian rupa yang cakap, smart menarik bagi Penyandangan Dana – dimana ada Jaminan Kepastian Pengembalian Uang oleh Investor Pemegang Saham Nasional kepada Lembaga Bank atau Sindikasi Pinjaman – dengan terlebih dahulu melakukan Study Geologis berapa Volume Besarnya Cadangan Tembaga dan Emas yang mendekati Akurasi yang terdapat di Deep Zone;
Maka dengan hal diatas, suatu Project Finance yang terukur bisa lebih diandalkan kepada Kepastian adanya Perkiraan Volume Cadangan Tembaga dan Emas Yang Komersial di Deep Zone yang dapat di Exploitasi dan produksi untuk suatu Jangka Waktu yang terukur dan jelas yang membutuhkan Modal Peralatan dan Infrastruktur yang Signifikan Besar guna dapat memperoleh Hasil Produksi secara Bertahap yang Komersial dan terukur, namun Pasti dengan melakukan Study Komersiality yang professional yang perlu ditunjang dengan Para Ahli Profesional yang Handal guna dapat memberikan Jaminan Kesejahtaraan kepada Rakyat Indonesia secara berkelanjutan sesuai dengan Perkiraan Volume Cadangan Deposit Tembaga dan Emas di Deep Zone tersebut.
Perlu dicatat dalam benak kita bahwa Amanah dalam Kontrak Karya untuk segera melaksanakan Wujud Divestasi 51% adalah merupakan Ikatan Kontrak yang harus dihargai oleh Pemegang Saham Asing di PT Freeport Indonesia sesuai dengan Konsep Pancta Sun Servanta Pasal 26 dari Konvensi Viena dimana Negara Indonesia dan Negara Amerika Serikat terikat kepada Ketentuan Konvensi Viena ini.
Terkait kewajiban Divestasi 51% diatas, kita ketahui bahwa Pemerintah terdahulu melalui PP no 77 Tahun 2014 , Menteri ESDM maupun Direktorat Jenderal Pertambangan Umum dan Batu Bara terkesan kuat “malah membuat suatu Kebijakan, Peraturan maupun MOU dengan “tanpa Konsultasi” dengan DPR dahulu, dimana terindikasi mengurangi Kewajiban Divestasi 51% menjadi turun menjadi 30 %, sehingga jelas menghilangkan kesempatan Pemegang Saham Nasional untuk dapat membeli saham yang dikeluarkan oleh PT Freeport Indonesia menjadi Mayoritas 51%, sesuai Pasal 24 (b) melalui bertahap hingga pada akhirnya setelah ulang Tahun 20 Tahun setelah ditandatangani Kontrak karya PT Freeport ( 20+ 30 Desember 1991 = 30 Desember 2011) menjadi 51% dari seluruh saham yang diterbitkan PT Freeport Indonesia .
Kita memang perlu sadar bahwa Pengusaha Investor dari Amerika akan senantiasa berusaha semaksimal mungkin mempertahankan Posisi Mayoritas Pemegang Saham dari Seluruh saham yang dikeluarkan oleh PT Freeport Indonesia, bukan hanya terhadap kepemilikan Saham Nasional Indonesia, tetapi terhadap Pemegang Saham Asing lainnya, mereka akan Juga Bertahan untuk mempertahankan Mayoritas Kepemilikan Saham dengan cara Investor Asing ditawarkan “Production Sharing atas Hasil produksi Tembaga dan Emas” dengan membuat semacam Participation Agreement, dan bukan di pengalihan di Level Kepemilikan Equity atau Saham Mayoritas di perusahaan PT Freeport Indonesianya.
Maka dengan Keberanian dan keteguhan Sikap dari Menteri ESDM pada masa Pemerintahan saat ini, dengan seluruh Tim Jajaran yang baru untuk tetap berkokoh bertahan agar Divestasi 51% kepada Pemegang Saham Nasional terlaksana sesuai Ketentuan Kontrak Karya maupun Konvensi Viena, serta peraturan Perundangan – Undangan yang berlaku, maka kita Wajib yakin dan berusaha dengan Gigih, agar pemegang Saham Asing dari PT Freeport Indonesia harus setuju untuk melaksanakan Divestasi 51% tersebut, karena Kekayaan Alam Tambang dan Emas yang dikarunia ALLAH Sang Maha Pencipta kepada Rakyat Indonesia termasuk Rakyat Papua, yang berqada di Deep Zone, haruslah dikelola secara Cakap, Benar dan Transparan serta Professional untuk menjamin Peningkatan Kesejahteraan Rakyat Indonesia, menginggat kini sudah tahun 2017, jadi sudah “lebih dari 50 Tahun” semenjak Tahun 1967 yaitu Ditandatanganinya Kontrak Karya dimaksud.
Jakarta, 1 April 2017
Agung Supomo Suleiman