Snapshot Geo Politik – Artikel Hukum Bisnis OilGasMine – Energi- AGUNGSS

1 April 2017

SALUT dengan Keteguhan Menteri ESDM dan Tim Jajaran terkait Divestasi 51% Saham – di PT Freeport Indonesia

Keberanian dan ketegasan dari Pemerintah Indonesia khususnya Menteri ESDM didalam pendirian agar PT Freeport Indonesia mentaati ketentuan untuk Divestasi 51% dari Saham yang dikeluarkan oleh PT Freeport Indonesia kepada pemegang Saham Indonesia merupakan tindakan yang tepat dan memang kita tunggu-tunggu mengingat Pengelolaan dari Kekayaan Alam Tambang Tembaga dan Emas yang dikarunia oleh ALLAH Yang Maha Pemberi Karunia serta Maha Pencipta Bumi dan langit dan segala isi kandungan Bumi termasuk Tembaga dan Emas kepada Rakyat Indonesia termasuk Rakyat Papua harus dikelola secara maksimal untuk kepentingan Meningkatkan Kesejahteraan Seluruh Rakyat Indonesia.PENGERUK TAMBANG

Secara Hukum  Kontraktual dari Kontrak Karya khususnya PT Freeport Indonesia  memang sudah lama sekali yaitu 50 Tahun semenjak ditandatangani Tahun 1967 (Generasi Pertama), dimana dalam perjalanannya di-Perbaharui pada tanggal 30 Desember Tahun 1991, antara PT Freeport (yang semula  Freeport Indonesia Incorporated) dengan Pemerintah Indonesia.

Dalam Kontrak Karya PT FI ini khususnya  Pasal 24 (b) ditentukan  Divestasi secara  bertahap dari tahun 1991 hingga ujungnya paling lambat ulang tahun ke 20 setelah penadatanganan Kontrak Karya (30 Desember 1991 + 20 Tahun = Tahun 2011 seharusnya PT FI telah menjual saham mencapai 51% kepada Pemegang Saham Nasional. 

Penulis syukur Alhamdulillah pernah menjadi In-House Legal Counsel di PT FI 5 (Lima) Tahun dari TahPhoto PT FI di Highlandun 1993 hingga 1998,  sehingga Penulis yang kini berprofesi sebagai Independent Business Lawyer,  merasa terpanggil  untuk mengingatkan bahwa  PT Freeport Indonesia  adalah secara Hukum Kontraktual terikat atas Komitment  melaksanakan Janjinya dalam Pasal 24(b) – Kontrak Karya tersebut, dan bukannya malah tetap bersikukuh hendak mempertahankan Kepemilikan Saham Mayoritas di PT FI, dengan alasan bahwa kembali modal Investasi untuk Deep Zone membutuhkan waktu yang lama.   pic2    

  • Perlu kita tegaskan bahwa sesuai dengan argumentasi dari Menteri ESDM,  kekayaan ALAM Tembaga dan Emas dalan Deep-Zone adalah milik Bangsa Indonesia sesuai dengan Pasal 33 ayat 3 UUD 1945, sehingga tidak dapat dijadikan Leverage memperkuat Kedudukan Posisi dari Pemegang Asing di PT Freeport Indonesia;

    Sebaliknya justru Kekayaan Alam Tembaga dan Emas yang terdapat di Deep Zone adalah milik Bangsa dan Rakyat Indonesia, sehingga harus dapat “memperkuat Posisi Kedudukan Nasional Indonesia” baik Jajaran Menteri ESDM   maupun DPR yang mewakili Rakyat Indonesia untuk lebih  berpikir dan menggunakan akal secara Cakap dan Cerdas  bagaimana bernegosiasi dengan Pemegang Saham Asing dari PT FI agar Nilai  Saham yang akan diakuisisi oleh Pemegang Saham Nasional yaitu  apakah itu BUMN, BUMD kombinasi dengan Pemegang Saham Nasional Indonesia bisa mendapatkan Harga Beli Akusisi Divestasi yang wajar, memadai  dan terjangkau hingga mencapai 51% Saham,  yang “Harus” dikombinasikan dengan Financial Engineering sedemikian rupa yang cakap, smart menarik bagi Penyandangan Dana – dimana ada Jaminan Kepastian Pengembalian Uang oleh Investor Pemegang Saham Nasional kepada Lembaga Bank atau Sindikasi Pinjaman – dengan terlebih dahulu melakukan Study Geologis berapa Volume Besarnya  Cadangan Tembaga dan Emas yang mendekati Akurasi yang terdapat di Deep Zone; image005

    Maka dengan hal diatas, suatu Project Finance yang terukur bisa lebih diandalkan kepada Kepastian adanya Perkiraan Volume Cadangan Tembaga dan Emas Yang Komersial di Deep Zone  yang dapat di Exploitasi dan produksi untuk suatu Jangka Waktu yang terukur dan jelas yang membutuhkan Modal Peralatan dan Infrastruktur yang Signifikan Besar guna dapat memperoleh Hasil Produksi secara Bertahap yang Komersial dan terukur,  namun Pasti dengan melakukan Study Komersiality yang professional yang perlu ditunjang dengan Para Ahli Profesional yang Handal guna dapat memberikan Jaminan Kesejahtaraan kepada Rakyat Indonesia secara berkelanjutan sesuai dengan Perkiraan Volume Cadangan Deposit Tembaga dan Emas di Deep Zone tersebut.

Perlu dicatat dalam benak kita bahwa Amanah dalam Kontrak Karya untuk segera melaksanakan Wujud Divestasi 51% adalah merupakan Ikatan Kontrak yang harus dihargai oleh Pemegang Saham Asing di PT Freeport Indonesia sesuai dengan Konsep Pancta Sun Servanta Pasal 26 dari Konvensi Viena dimana Negara Indonesia dan Negara Amerika Serikat terikat kepada Ketentuan Konvensi Viena ini.

 Terkait kewajiban Divestasi 51% diatas, kita ketahui bahwa Pemerintah terdahulu melalui PP no 77 Tahun 2014 , Menteri ESDM maupun Direktorat Jenderal  Pertambangan Umum dan Batu Bara terkesan kuat “malah membuat suatu Kebijakan, Peraturan maupun MOU dengan  “tanpa Konsultasi” dengan DPR  dahulu, dimana terindikasi mengurangi Kewajiban Divestasi 51% menjadi turun menjadi 30 %,  sehingga jelas menghilangkan kesempatan Pemegang Saham Nasional untuk dapat membeli saham yang dikeluarkan oleh PT Freeport Indonesia menjadi Mayoritas 51%,  sesuai Pasal 24 (b) melalui bertahap hingga pada akhirnya setelah ulang Tahun 20 Tahun setelah ditandatangani Kontrak karya PT Freeport ( 20+ 30 Desember 1991 = 30 Desember 2011) menjadi 51% dari seluruh saham yang diterbitkan PT Freeport Indonesia .   

Kita memang perlu sadar bahwa Pengusaha Investor dari Amerika akan senantiasa berusaha semaksimal mungkin mempertahankan Posisi Mayoritas Pemegang Saham dari Seluruh saham yang dikeluarkan oleh PT Freeport Indonesia, bukan hanya terhadap kepemilikan Saham Nasional Indonesia, tetapi terhadap Pemegang Saham Asing lainnya, mereka akan Juga Bertahan untuk mempertahankan Mayoritas Kepemilikan Saham dengan cara Investor Asing ditawarkan “Production Sharing atas Hasil produksi Tembaga dan Emas” dengan membuat semacam Participation Agreement, dan bukan di pengalihan di Level Kepemilikan Equity atau Saham Mayoritas di perusahaan PT Freeport Indonesianya.     

Maka dengan Keberanian dan keteguhan Sikap dari Menteri ESDM pada masa Pemerintahan saat ini, dengan seluruh  Tim Jajaran yang baru untuk tetap berkokoh bertahan agar Divestasi 51% kepada Pemegang Saham Nasional terlaksana sesuai Ketentuan Kontrak Karya maupun Konvensi Viena, serta peraturan Perundangan – Undangan yang berlaku, maka kita Wajib yakin dan berusaha dengan Gigih, agar  pemegang Saham Asing dari PT Freeport Indonesia harus setuju untuk melaksanakan Divestasi 51% tersebut,  karena Kekayaan Alam Tambang dan Emas yang dikarunia ALLAH Sang Maha Pencipta kepada Rakyat Indonesia termasuk Rakyat Papua, yang berqada di Deep Zone, haruslah dikelola secara Cakap,  Benar dan Transparan serta Professional untuk menjamin Peningkatan Kesejahteraan Rakyat Indonesia, menginggat kini sudah tahun 2017,  jadi sudah “lebih dari 50 Tahun” semenjak Tahun 1967 yaitu Ditandatanganinya Kontrak Karya dimaksud.  

Jakarta, 1 April 2017IMG_1588

Agung Supomo Suleiman

AgsS Law Independent Business Lawyer

AGUNGSS Experimental  Blog

11 Januari 2016

Pemerintah Indonesia Terikat Kontrak Karya Menagih Divestasi 51% pada PTFI

Yah…memang jiwaku sebagai Independent Business Lawyer nampaknya lebih memikirkan mengenai Kekayaan ALAM berupa Sumber Daya Alam yang di-Ciptakan oleh ALLAH Yang Maha Pencipta,  melalui proses alam dimana Gressberg tadinya merupakan dasar laut karena diatas Gunung Grassberg, Penulis mengalami sendiri kita dapat temukan “fosil keong” yang menunjukan bahwa semula dataran Tinggi Grassberg adalah dasar Laut yang kemudian menurut cerita dari kawan teman Geologi ITB – Almarhum Pak Yogi Tjiptadi di Direktorat Pertambangan Umum dan Batu Bara adalah Kepala Bagian Perundang-undangan Pertambangan Umum  yang juga lulusan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, sewaktu kita pergi bersama keatas High Land di Lapangan  Wilayah Kerja PT Freeport Indonesia di Papua Barat,  telah  menceritakan kepada Penulis adanya

pertemuan antara Lempeng Australia dengan Asia maka mencuatlah keatas melalui proses alamiah yang menurut Almarhum Yogi Tjiptadi  ahli Geologi  Lulusan ITB kemungkinan adanya Gunung Berapi yang mengeluarkan magma.Dengan adanya proses alam ini nampak pegunungan tersebut garis-garis batuannya keras dan miring mencuat  keatas dimana berkumpul tembaga, emas, menurut ahli Geologi.

Dengan adanya proses alam ini kita lihat bahwa bentuk batuan di Papua  berbeda dengan batuan di Pulau Jawa. Dibawah adalah Photo Almarhum Yogi Tjiptadi Kepala Perundangan- Pertambangn Umum ( lulusan Geologi ITB dan Fakultas Hukum Universitas Indonesia) – bersama dengan  Penulis dan  Kepala Biro Hukum Minyak dan Energi – Pak Nurwinakum sewaktu Penulis sebagai In-House Legal Counsel PT Freeport Indonesia membawa Tour ke Lapangan Freeport dan sedang berada diatas Kapal PT Freeport Indonesia …dan juga berada diatas High Land Lapangan  PT Freeport  Agung Nurwinakum dan Alm Yogi Tjiptadi Freeport 001

  • Sangat menarik untuk mengamatinya,  dimana nampaknya bentuk bahan Galian berbentuk Logam kalau di -istilah pengkelompokan di Undang- Undang Minerba maupun Peraturan Pertambangan Umum dimana Bahan Galian Kekayaan Sumber Daya yang merupakan Karunia ALLAH Sang Maha Pencipta yang diciptabg_agkan melalui proses alamiah tersebut berkumpul – sebagai  Konsentrat Ore berupa Tembaga dan Emas dibelahan bumi Papua Barat yang merupakan Wilayah NKRI, sehingga merupakan Karunia Kekayaan Alam dari ALLAH, kepada Rakyat Papua dan Rakyat Indonesia,  dimana proses pengeluaran dari bumi adalah dilakukan melalui Explorasi, Exploitasi dan Produksi yang membutuhkan Teknologi,  Modal, sehingga ditandatanganilah Kontrak Karya pada tahun 1967 yang kemudian diperbaharui dengan Kontrak Karya tanggal 30 Desember 1991 antara PT Freeport Indonesia ( yang semula Freeport Indonesia Incorporated) dengan Pemerintah Indonesia;

Nah memang jika Penulis menulis Artikel yang membedah Kontrak Karya PT Freeport Indonesia khususnya sejarah serta Pasal 24 (b) yang terdapat Divestasi bertahap dari tahun 1991 hingga ujungnya paling lambat ulang tahun ke 20 setelah penadatanganan Kontrak Karya (30 Desember 1991 + 20 Tahun menjadi 2011 seharusnya PT FI telah menjual saham yang mencapai 51% kepada Pemegang Saham Nasional. 

Tentunya Penulis akan bisa dianggap tidak berpihak kepada PT Freeport Indonesia padahal Penulis pernah menjadi In-House Legal Counsel PT FI 5 (Lima) Tahun dari Tahun 1993 hingga 1998,  namun disebabkan  Penulis yang mempunyai “Hati Nurani” merasa ada “Ganjelan dan Uneg-Uneg” bahwa    PT Freeport Indonesia  harusnya juga terikat kepada Komitment untuk melaksanakan Janjinya dalam Pasal 24(b) dari Kontrak Karya tersebut, dan bukannya malah hendak mempertahankan Mayoritas sebagai Pemegang Saham di PT FI.       

  • Penulis yang kini sudah diizinkan ALLAH berumur lebih dari 64 Tahun,  berusaha berpatokan kepada ajaran di Kitab Suci baik di Al Quran maupun di Kitab Suci yang dibenarkan oleh Kitab Suci Al Quran dalam Surat Al Baqarah yaitu Kitab Suci Injil, Taurat sepanjang Konsep Ketauhidan -Monotheism dipertahankan disebabkan Rasul Mohammad S.A.W. sesuai dengan keyakinan kaum  Islam adalah merupakan kelanjutan dari Para Rasul yang diutus oleh ALLAH untuk :

  • tidak melakukan “Kerusakan diatas Bumi” ini, termasuk tidak melakukan Kerusakan atas Sistim Perjanjian yang telah disepakati bersama antara PT Freeport Indonesia dan Pemerintah Indonesia pada tanggal 30 Desember 1991, yang sebelum ditandatangani telah di Konsultasikan terlebih Dahulu dengan DPR,  dimana sesuai dengan Pasal 33 ayat 3 dari Undang-undang Dasar 1945, Sumber Daya Alam- Kekayaan Alam berupa Tembaga dan Emas yang terdapat di Bumi Wilayah Indonesia termasuk di Papua Barat adalah merupakan Karunia ALLAH yang harus di kelola oleh Negara dengan Optimal untuk meningkatkan kesejahteraan Rakyat sebesar-besarnya.       

    Dengan demikian merupakan Kewajiban dari Pemerintah PENGERUK TAMBANG yang telah menandatangani Perjanjian Kontrak Karya tanggal 30 Desember 1991 dengan PT Freeport Indonesia :

  • untuk melaksanakan “Amanah” yang dibebankan oleh Pasal 33 (3) Undang-Undang  Dasar 1945 untuk meminta       PT Freeport Indonesia melaksanakan kewajiban Menjual Saham yang diterbitkan  PT Freeport Indonesia secara bertahap dimana pada tahapan 20 Tahun setelah tanggal Penandatanganan Kontrak Karya PT Freeport Indonesia  menagih PT Freeport Indonesia untuk menjual Saham senilai 51% kepada Pemegang Saham Nasional Indonesia, dimana Penandatangan Kontrak Karya tanggal 30 Desember 1991 telah melalui proses “Konsultasi dengan DPR” terlebih dahulu.  

  • Amanah dalam Kontrak Karya ini juga adalah merupakan Ikatan Kontrak yang harus dihargai sesuai dengan Konsep Pancta Sun Servanta Pasal 26 dari Konvensi Viena dimana Negara Indonesia dan Negara Amerika Serikat terikat kepada Ketentuan Konvensi Viena ini.
  • Namun kita melihat yang juga Penulis telah memaparkan dalam tulisan terdahulu,  Pemerintah melalui PP no 77 Tahun 2014 , Menteri ESDM maupun Direktorat Jenderal  Pertambangan Umum dan Batu Bara malah membuat suatu Kebijakan, Peraturan maupun MOU dengan  “tanpa Konsultasi” dengan DPR  dahulu berusaha untuk mengurangi Kewajiban Divestasi 51% menjadi turun menjadi 30 % sehingga jelas menghilangkan kesempatan Pemegang Saham Nasional untuk membeli saham yang dikeluarkan oleh PT Freeport Indonesia menjadi Mayoritas 51% sesuai dengan Pasal 24 (b) melalui bertahap hingga pada akhirnya setelah ulang Tahun 20 Tahun setelah ditandatangani Kontrak karya PT Freeport ( 20+ 30 Desember 1997 = 30 Desember 2011) menjadi 51% dari seluruh saham yang diterbitkan PT Freeport Indonesia .   
  • Demikian Saduran Tulisan Penulis
  • Sore ini Jakarta tanggal 11 Januari 2016
  • Agung Supomo Suleiman
  • Independent Business Lawyer Pertambangan Umum dan Perminyakan/Gas

Buat Blog di WordPress.com.

GLOBAL INDONESIA DAILY

MENANGKAP FENOMENA PERISTIWA DUNIA DAN INDONESIA

Mollyta Mochtar

Travel and Lifestyle Blogger Medan

The Signs

Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin, dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tiada memperhatikan?’ (adz-Dzariyat: 20)