- Dengan UU Minerba No. 4 Tahun 2009 Bab XXV Ketentuan Peralihan Pasal 169 ditentukan :
Pada saat Undang Undang ini berlaku :
-
a) Kontrak Karya dan perjanjian pengusahaan pertambangan batubara yang telah ada sebelum berlakunya Undang – Undang ini tetap diperlakukan sampai jangka waktu berakhirnya kontrak/perjanjian
-
b) Ketentuan yang tercantum dalam pasal Kontrak Karya dan Perjanjian Karya pengusahaan pertambangan batubara sebagaimana dimaksud pada huruf a disesuaikan selambat-lambatnya 1(satu) Tahun sejak undangkan kecuali mengenai penerimaan negara.
- Pasal 175 dari UU Minerba ini menentukan :
- Undang-Undang ini berlaku pada tanggal diundangkan.
-
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan perundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam lembaran Negara Republik Indonesia.
-
Disahkan di Jakarta pada tanggal 12 Januari 2009 Presiden RI ttd Dr.H Susilo Bambang Yudhoyono.
-
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 12 Januari 2009 Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI ttd Andi Mattalata
- Nah, dengan Berlakunya Undang-Undang Minerba ini tanggal 12 Januari 2009, maka ditentukan dalam Pasal 169 Undang -Undang Minerba bahwa :
- Pasal 169 ditentukan :
-
a)Pada saat Undang Undang ini berlaku :
-
Kontrak Karya dan perjanjian pengusahaan pertambangan batubara yang telah ada sebelum berlakunya Undang – Undang ini tetap diperlakukan sampai jangka waktu berakhirnya kontrak...
- Dengan demikian Perjanjian Kontrak Karya PT Freeport Indonesia tetap berlaku 30 tahun sesuai dengan Pasal 31 ayat 2 dari KK PT FI, dimana ditentukan :
-
2. Sesuai dengan ketentuan -ketentuan yang tercantum, Persetujuan ini akan mempunyai jangka waktu 30 (Tiga Puluh) Tahun sejak tanggal penandatanganan Persetujuan ini, dengan ketentuan bahwa Perusahaan akan diberi hak untuk memohon dua kali perpanjangan masing-masing 10(Sepuluh) tahun atas jangka waktu tersebut secara berturut-turut, dengan syarat disetujui Pemerintah. Pemerintah tidak akan menahan atau menunda Persetujuan tersebut secara tidak wajar. Permohonan tersebut dari Perusahaan dapat diajukan setiap saat selama jangka jangka waktu Persetujuan ini termasuk setiap perpanjangan sebelumnya.
- Selanjutnya dalam UU Minerba Pasal 169 b ditentukan :
- SALIN :
-
b) Ketentuan yang tercantum dalam pasal Kontrak Karya dan Perjanjian Karya pengusahaan pertambangan batubara sebagaimana dimaksud pada huruf a disesuaikan selambat-lambatnya 1(satu) Tahun sejak undangkan, kecuali mengenai penerimaan negara.
- Selesai SALIN
Dengan demikan isi ketentuan dari KK PT FI, selambatnya 1 Tahun sejak diundangkan yaitu : tanggal 12 Januari 2009, isinya harus disesuaikan dengan ketentuan UU Minerba, kecuali mengenai penerimaan negara.
MASALAH KETENTUAN DIVESTASI DALAM UU MINERBA UU No 9 Tahun 2009:
Setelah Penulis telusuri di UU Minerba ini sama sekali tidak mengatur mengenai masalah Divestasi atas Perusahaan Tambang PMA ( yang ada Modal Asing – Pemegang Sama Asing).
Apakah dengan demikian ketentuan dalam Divestasi dalam Pasal 24 KK PT FI tetap berlaku atau tidak berlaku sama sekali;
Nah kita lihat bahwa yang tidak perlu disesuaikan adalah mengenai penerimaan negara.
Terkait dengan hal ini, kita telusuri apa yang dimaksud dengan Penerimaan Negara dalam UU Minerba ini? Ternyata tidak ada definisi Penerimaan Negara dalam UU Minerba ini. Yang diatur dan mempunyai Judul dalam UU Minerba ini adalah BAB VII Pendapatan Negara dalam Pasal 128 Pendapatan Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri dari atas Penerimaan Pajak dan Penerimaan Negara bukan Pajak.
- Bagaimana dengan masalah Divestasi yang merupakan masalah SANGAT PENTING dalam Kontrak Karya di Perusahaan Pertambangan Umum termasuk PT Freeport ini, karena masalah Divestasi ini spiritnya adalah Secara Bertahap setelah adanya Transfer of Technology Know How maupun Pemberdayaan Modal dari Pemegang Saham Asing kepada Pemegang Saham Indonesia, sehingga secara bertahap pada ditentukan dalam KK bahwa PT FI akan melakukan penawaran saham yang dikeluarkan oleh PT FI kepada Pemegang Saham Nasional Indonesia, dimana pada tahap paling lambat pada Ulang Tahun ke 20 dari Masa semenjak tandatangan KK, Pemegang Nasional Indonesia akan mencapai 51% dan Pemegang Asing 49% ;
Nampaknya menjadi Pertanyaan Besar apakah sewaktu dalam Penyusunan dan Pemberntuakan UU Minerba ini, masalah Divestasi ini memang sengaja tidak diatur guna menampung desakan Global atas Penanaman Modal tidak boleh ada Diskriminasi terhadap Penanam Modal Asing seperti yang tertuang dalam PP No. 20 tahun 1994 bahwa Kewajiban Divestasi tinggal 5 % saja ?
- Dengan demikian menjadi masalah Yang Perlu diangkat Ke Permukaan Masalah Divestasi ini, dimana pada KK PT FI ditentukan Kewajiban Divestasi secara bertahap dalam pasal 24 hingga paling lambat 20 Tahun setelah Ulang Tahun dari Penantandatangan KK PT FI, adalah sebesar 51%, dimana PT FI diharuskan atau harus berusaha menawarkan kepada Pemegang Saham Nasional Indonesia atas saham yang dikeluarkan PT FI hingga mencapai 61% , ataukah dengan Kekosongan Pengaturan atas Masalah Kewajiban Divestasi dalam UU Minerba menjadi disesuaikan menjadi “Tidak Ada Sama Sekali Kewajiban Divestasi ” karena dalam UU Minerba “Sama Sekali Tidak Diatur ” ????? Hal ini benar2 harus dipertanyakan oleh kita bangsa Indonesia secara serius dan sungguh2.
- Nah, terkait dengan masa penting kewajiban Divestasi PT Freeport Indonesia Company (“PT FI”), maka Penulis, yang berprofesi sebagai Independent Business Lawyer – termasuk dalam Hukum Bisnis Pertambangan Umum, merasakan bahwa bangsa Indonesia “Harus menelusuri dan Fokus Bagaimana Menyikapi Divestasi 51% yang ada di KK PT FI kini, menjadi tidak diatur sama sekali dalam UU Minerba No. 20 Tahun 2009 dan Hanya diatur dalam PP 77 tahun 2014 dimana DIvestasi yang semula 51% dalam KK PT FI yang prosesnya melalui Konsultasi dengan DPR, telah “Tidak Diatur Sama Sekali dengan UU Minerba” , dan kemudian diatur dengan PP 24 Tahun 2012 dimana ada Kewajiban Divestasi 51% setelah 10 tahun, namun kemudian oleh PP No 17 tahun 2914 yang prosesnya keluar PP ini tidak membutuhkan Konsultasi dengan DPR, menyunat Kewajiban Divestasi 51 % menjadi 30 % yang menurut Penulis sangat Ironis karena Pengendalian dari Pemegang Saham Nasional Indonesia sudah tidak ada lagi karena Pemegang Saham Asing dalam Perusahaan Pertambangan adalah tetap 70% sebagai Pengendali di RUPS , Dewan Komisaris, Dewan Direksi khususnya Dividend bagi Pemegang Saham Nasional indonesia menjadi tetap 30% yang semula dalam KK PT FI yang telah dikonsultasikan dengan DPR dimana ada Notulen DPR terkait pembahasan KK PT FI ini pada tahun 1991 adalah 51%
Berdasarkan rentetan diatas maka Penulis menghimbau kepada Pemerintah dan DPR agar Kewajiban Divestasi 51% sesuai ketentuan Pasal 24 dari Kontrak Karya (“KK”) yang telah dikonsultasikan dengan DPR sebelum ditandatangani oleh PT FI dengan Pemerintah Indonesia pada tanggal 30 Desember 1991, harusnya sudah terjadi 20 TAHUN sejak 30 Desember 1991 yaitu tahun 2011, tetap berlaku dan tidak dihilangkan, dengan “ Kekosongan Pengaturan Divestasi dalam Level Undang -undang” yang merupakan Produk Eksekutif dan Legislative;
Kita sebaiknya mengusulkan agar BUMN – PT Antam yang memang sudah berpengalaman dalam Pertambangan serta BUMD dari Papua, ditambah dengan saham dari Pemerintah Indonesia yang sudah ada sejumlah 9,36% ( dimana semula ada PT Indocoper Investama memiliki 9,36%, saat ini mungkin sebahagian sudah dibeli kembali oleh PT FI atau FX), akan mencapai 51% dari seluruh saham yang dikeluarkan PT FI dan bukan 30%;
- Dari Siaran Langsung sidang MKD terbuka yang ditayangkan di TV tanggal 3 Desember 2015, kita dapat amati bersama bahwa ternyata wakil Rakyat kita di DPR tidak mengetahui serta mendalami Divestasi 51% dalam Kontrak Karya PT Freeport Indonesia 30 Desember 1991, bahkan salah anggota DPR menanyakan kepada Pimpinan Freeport mengenai kewajiban Divestasi ini, karena anggota DPR tersebut terkesan tidak menguasai isi dari KK PT FI, dimana, diterangkan oleh Pimpinan PT FI bahwa sesuai Peraturan Pemerintah (PP) No. 7 7 tahun 2014 kewajiban Divestasi adalah 30 %, tanpa ada argumentasi dari Anggota DPR tersebut;
• Berdasarkan pengamatan Penulis yang AlhamduliLLAH diizinkan ALLAH, sudah menggeluti Hukum Bisnis termasuk Hukum Bisnis Pertambangan Umum baik sebagai Independent Business Lawyer maupun pernah menjadi In – House Legal Counsel di PT FI selama 5 Tahun (1993-1998)
-
{yang sebelumnya 5 Tahun di kantor Adnan Buyung Nasution & Associates(Nasution,Lubis,Hadiputranto),
-
5 Tahun In-House Legal Counsel di Vico Indonesia(Huffco Indonesia) perusahaan Minyak Gas yang end Produknya LNG di Bontang,
-
buat Wadah Sendiri Suleiman & Rekan (1Tahun) terus bersama dengan Widyawan buat kantor Agung Suleiman & Widyawan (3 bulan),
-
terus diminta merger dengan Delma Yuzar & Wiriadinata (Wiriadinata & Widyawan) 2 Tahun,
-
terus 5 Tahun In- house Counsel di PT Freeport Indonesia dan
-
tanggal 1 Juni 1998 keluar dan buat wadah sendiri serta Self -Employed sebagai Independent Business Lawyer, dan sempat ber Partner menjadi Suleiman Prasena & Co dan
-
sendiri hingga kini akumulasi melintang Self-Employed mencapai 17 Tahun menjadi Suleiman Agung & Co ( SACO Law) maupun Self-Employed Independent Business Lawyer Agung S.Suleiman)},
kita dapat ketahui bahwa urutan level kekuatan hierarchi Hukum, khususnya di didunia Pertambangan di Indonesia bahwa Kontrak Karya sebelum ditandatangani oleh Pemerintah dengan Kontaktor Pertambangan Umum, dalam kasus kita PT FI, Pemerintah “haruslah terlebih dahulu berkonsultasi” dengan DPR RI.
Dengan demikian PP 77 Tahun 2014 yang memang secara tingkatan Peraturan Pemerintah tidak membutuhkan Konsultasi dengan DPR, didalam merubah kewajiban Divestasi 51% menjadi 30 % sangat ironis, karena masalah Divestasi 51% pada intisarinya adalah pelaksanaan menjadi Pemegang Saham Mayoritas Pengendali di PT Freeport di Organ RUPS ( Rapat Umum Pemegang Saham); Sebagaimana kita ketahui bahwa Divestasi untuk mencapai 51% ini dalam Kontrak Karya PT Freeport memang disepakati dilakukan secara bertahap, dalam Masa Kontrak Karya yang berlaku 30 Tahun, yaitu pada saat paling lambat pada saat Ulang tahun ke-20 Tahun semenjak ditanda tangan KK ini 30 Desember 1991 yaitu 30 Desember 2011, PT Freeport sudah berkewajiban untuk menawarkan kepada Pemegang Saham Nasional.
- Didalam UU Minerba No. 4 Tahun 2009, nampaknya tidak mengatur mengenai Kewajiban Divestasi, dimana kita bisa pertanyakan apakah ini memang disengaja atau tidak oleh Pembentuk Undang-Undang yaitu Pemerintah dan DPR setelah tentunya juga melewati masukan dari Kajian Akademis.
- Divestasi ini diatur dengan PP No. 24 tahun 2012 dalam Pasal 97, dimana diatur bahwa Divestasi bagi Pemegang IUP dan IUPK dalam kurun waktu paling lambat 10 tahun pemegang saham Indonesia 51%. Ternyata dalam perjalanannya melalui PP No. 77 Tahun 2014, ketentuan kewajiban DIvestasi 51% ini Pasal 97 melalui ayat 1d, telah disunat menjadi 30%, dimana ditentukan jika penambangan menggunakan penambangan bawah tanah dan penambangan terbuka dalam kurun waktu 10 tahun divestasi 30%.
Tindakan Pemerintah yang tidak berkonsultasi dengan DPR (sebagai Wakil Rakyat) sangatlah disayangkan karena jelas mengurangi Kesempatan Pengendalian Mayoritas 51% oleh pihak Pemegang Saham Nasional dalam KK PT Freeport ini;
- Kalau alasan Pemerintah untuk membuat stimulus, karena tahapan penambangan oleh PT Freeport saat ini sudah pada tahapan dengan metode bawah tanah atau Penambangan terbuka, hal ini tidak masuk akal karena toh pendanaannya oleh PT Freeport adalah melalui Bursa Saham di New York Stock Exchange maupun Sindication Loan, dimana jaminannya adalah Hak PT Freeport untuk mengambil Hak Atas Produk Bahan Tambang setelah Royalty Produksi dan Export sudah dibayar oleh PT Freeport, atau Project Finance. Kewajiban Divestasi 51% inilah yang sebenarnya Secara Riil memberikan Kekuatan Pengendalian di Organ RUPS maupun jajaran Direksi dan Komisaris di PT FI, dan memang merupakan Spirit “Transfer of Technology dan Pemberdayaan Pemegang Saham Nasional” disemua Negara yang membutuhkan Penanam Modal Asing termasuk didalam Kegiatan Pertambangan Umum.
-
STRATEGI PERPANJANGAN
Terkait dengan Perpanjangan dari KK, setelah PT Freeport Indonesia setuju untuk tunduk kepada UU Minerba No. 4 Tahun 2009, menjadi Izin Usaha Pertambangan, maka perpanjangan – maupun Kelanjutan masa Penambangan oleh PT Freeport Indonesia, menurut hemat Penulis dapat disetujui, “NAMUN” dengan “Persyaratan” setelah kewajiban Divestasi 51% oleh PT Freeport Indonesia ini telah secara nyata dan riil dilakukan oleh PT Freeport Indonesia, dan bukan dengan Divestasi 30% yang diatur dalam PP No. 77 Tahun 2014, karena Level Tingkat PP No. 77 tahun 2014 ini tidak bisa Menghilangkan Spirit Jiwa DIVESTASI 51% yang telah disepakati Pemerintah Indonesia dan PT Freeport Indonesia, harus dilakukan paling lambat ulang tahun 20 Tahun semenjak 30 Desember 1991 sebagai Tanggal Ditandatangani KK ini oleh Pemerintah dan PT Freeport yang telah dikonsultasikan terlebih dahulu dengan anggota DPR pada saat atau sebelum 30 Desember 1991 tersebut.
Maka dengan Pengendalian Posisi 51% yang dipegang oleh Pemegang Nasional Indonesia ini, barulah kita tidak usah terlalu mengkhawatirkan lagi, karena Amanah dari dibuatnya KK yang pada akhirnya Harus Bisa Memperdayakan Pemegang Saham Nasional Indonesia khususnya BUMN maupun BUMD untuk dapat mengoperasikan Pengelolaan Penambangan Kekayaan Alam di Indonesia untuk kesejehteraan Rakyat Indonesia sesuai dengan Manah Pasal 33 ayat 3 dari Undang-Undang Dasar 1945 dapat terwujud secara Nyata.
- Tentunya Payung Hukum dan Politik serta Dukungan Pemerintah maupun Legislatif untuk memberikan Daya Dukung berupa Payung Hukum untuk mencarikan Cara Pemberdayaan Modal serta Keuangan Keuangan BUMN dan BUMD, maupun Pemegang Saham Nasional, terutama dari Perbankan Maupun Bursa Saham, dimana “Hak Pemegang Saham Nasional Indonesia 51% ini atas Hasil Produk Penambangan dapat Dijadikan Anggunan Pembayaran kembali dari Pinjaman Bank maupun Bursan saham, dengan Ketentuan Kandungan Deposit dari Bahan Galian Tembaga dan Emas ini, benar secara Nyata Berdasarkan Study Geologis Indonesia adalah dapat dijadikan Jaminan dari Besaran Pinjaman Bank serta Dana dari Publik dari Bursa Saham Jakarta.
Memang kita harus akui bahwa Penambang dari Negara Yang Sudah Lama berkecimpung dalam Pertambangan Umum seperti Amerika, Australia, Inggris, Canada, Afrika Selatan ( “Anglo Saxon”), mereka sudah mempunyai Jaringan Kuat baik dari Konsultan Geologi yang membuat Study Kandungan Deposit Bahan Galian Kekayaan Penambangan maupun Jaringan Pembiayaan Syndicate Loan serta Stock Exchange di Bursa Saham Stock Exchange New York, Stock Exchange Toronto maupun Stock Exchane Sydney, dimana misalnya Australia sudah Joint Ore Reserve Commite “JORC”, yaitu hasil study Geologi yang sudah disepakati standardnya dan diKAITKAN dengan Jaringan Kekuatan Keuangan Mereka baik Sindication Loan maupun Bursa Saham mereka “secara Internasional sudah bersatu”.
- Namun perlu diingat bahwa Kekayaan Alam Tembaga dan Emas di Papua adalah Karunia dari ALLAH SANG MAHA PENCIPTA kepada Rakyat Papua dan Rakyat Indonesia yang “Kekayaan Depositnya” tidak bisa dipindahkan KELUAR Wilayah Tambang Indonesia kecuali jika sudah “Ditambang, diexplorasi, di exploitasi, di – Produksi dan di Export dari “Point Of Export”, sesuai dengan Ketentuan Kontrak Karya maupun pengaturan dalam UU Minerba, dimana dengan UU Minerba No 4 Tahun 2009 ditentukan bahwa – Bahan Mentah Kosentrat sudah Tidak diperbolehkan Diekpspor keluar Indonesia melainkan setelah di Proses melalui Pengelohan dan Pemurnian lewat Smelter yang harus di Bangun Di Wilayah Indonesia;
Kewajiban Pembangunan Smelter ini dalam KK PT Freeport sebenarnya sudah diatur, dimana ditentukan bahwa jika dalam kurun waktu 5(Lima) tahun semenjak ditandatangani KK yaitu 30 Desember 1991, belum ada Smelter lain yang dibangun di Indonesia untuk bisa memproses Konsentrat Tembaga dna Emas dari PT Freeport, haruslah dibangun Smelter tersebut yang memang sudah dibangun di Gresik Surabaya yaitu PT Smelter Gresik Indonesia, namun kapasitasnya saat ini harus disesuaikan dengan Minimal Percetage dari Konsentrat yang harus sudah Diproses di Indonesia sehingga ada Nilai Tambah bagi Rakyat Indonesia. Perlu diinget bahwa Rakyat Papu mengehndaki adanya Pembangunan Smelter di Papua;
Sekian Dahulu Tulisan Penulis Pagi ini
Jakarta 4 – 6 – 8 Desember 2015
Agung Supomo Suleiman SH
Independent Business Lawyer